RUTE PERJALANAN YOGYAKARTA-MADIUN (mobil)

Pertama kalinya, nih, aku menulis soal rute perjalanan. Tapi ini akan berguna sekali untuk pembaca yang ingin tahu medan dulu sebelum bepergian dari Yogyakarta ke Madiun atau sebaliknya atau dari kota lainnya yang melewati kota ini, ini bisa jadi pilihan. Sebetulnya aku hanya ikut google maps tapi aku akan bagi pengalaman dan informasi biaya perjalanan. Ini blog pribadi banget, banyak bumbu-bumbu cerita pribadi aku ya dinikmati aja ya. hehehehe.

Jarak kota Yogyakarta-Madiun berdasarkan google maps adalah 180 km dapat ditempuh selama 2 jam 52 menit.


Peta ini aku akses di hari Senin pukul 07.30 WIB. Tapi menurutku kurang lebihnya akan sama. Semacet-macetnya Yogyakarta menuju tol Salatiga mungkin selisih jarak tempuh maksimal satu jam. Tentu saja ini rute melalui tol. Sedangkan tanpa tol jarak yang ditempuh jika aku akses di jam yang sama 4 jam 22 menit. Nanti siangan dikit bisa selisih satu jam atau lebih banyak kemungkinan karena melalui banyak kota yang pasti mereka punya aktivitas berbeda-beda dan sulit diprediksi. Ada fitur untuk melihat kemungkinan kepadatan yang terjadi di jam lain tapi menurutku kemungkinan melesetnya masih banyak.

Cerita sedikit, aku pertama kali ke Madiun tahun 2017. Belum ada tol dan belum suka menyetir sambil membaca map. Aku mengandalkan papan warna hijau yang selalu ada petunjuk untuk ke kota tujuan. Waktu itu aku mempersiapkan setelah di Solo (karena aku sudah sering banget ke Solo) aku akan ikuti rute ke Sragen-Ngawi-Madiun. Kurang lebih begitu. Sampai juga, sih. Seru. Sejak saat itu aku menjadi sering ke Madiun. Pernah naik kereta (boleh nih kapan-kapan aku tulis perjalanan ke Madiun dengan kereta walau sangat sederhana haha), naik mobil dan travel jadi ternyata ada tiga pilihan rute yang ternyata juga aku sudah pernah semua. Di bawah akan aku share semua rutenya.


Tanda biru untuk rute tercepat tanpa tol yaitu 4 jam 22 menit. Ada 4 jam 26 menit dan 4 jam 29 menit alias ketiganya tidak ada yang berbeda signifikan jika aku akses pagi ini. Tapi nanti siangan dikit antara rute Karanganyar dan Sragen mungkin sekali terjadi selisih 1 jam perjalanan. Tahu dari mana? Pengalaman dong.

Sebelum bahas ke rute tol, bahas dulu kali ya rute tanpa tol. (Bisa skip langsung ke paragraf ke tiga setelah ini). Spoiler pembahasan, harga tol karena jaraknya jauh harganya relatif mahal yang bikin kalau pergi berdua aja lebih mahal naik mobil sendiri daripada kereta. Jadi rute tanpa tol cocok untuk yang tentunya tidak buru-buru, ingin menikmati perjalanan jauh, dan hemat pengeluaran tol. Buat yang nggak sabaran seperti aku, tol seperti win win solution untuk pergi ke Madiun. Nah, rute Karanganyar adalah rute dengan medan terberat. Mungkin banyak yang sudah familiar dengan rute gunung Lawu yang memang menanjak dan kalau lewat sana akan banyak bertemu banyak mobil ngaso karena mobil mereka panas atau bisa jadi mogok karena sempat melihat kap mesin mobil yang terbuka. Jadi untuk melewati rute tersebut, pastikan kondisi mobil sehat dan jangan segan-segan untuk menepi jika temperatur mobil mulai naik (panas). Aku mengalami juga. Nunggu mobil dingin sambil makan jagung bakar dan minum minuman sachet hangat seru juga. Di sana dingin juga kadang berkabut. Mobil matic bagaimana? Aku pakai matic, bisa. Kalau soal temperatur mobil apa saja bisa-bisa aja panas ye kan. Harus pintar ambil keputusan mau pakai gigi 1, 2, atau L di tanjakan. Atur sendiri, mobil kalian ini. HAHA. Maap-maap. Karena menurutku itu pakai rasa dan kebiasaan saat menggunakan mobil masing-masing. Tapi aman dan selamat sampai rumah, alhamdulillah. Oiya, pada waktu itu rute ini aku ambil dari Madiun ke Yogyakarta berangkat sekitar jam 14 dan rute ini 1 jam lebih cepat dibanding lewat Sragen.

Rute kedua: lewat Sragen cocok banget untuk yang mau santuy lewat tengah kota semua kota sebelum sampai Madiun. Menurutku dari tiga rute tanpa tol, Sragen Ngawi paling asik. Tidak terlalu berfikir karena nyetirnya ngalir aja gitu. Tinggal masuk kota ini kota itu, kalau sudah masuk Ngawi, "nah, mau sampai ini". Kurang lebih begitu. Rute ini juga pas untuk yang mau cepat tanpa tol tapi dengan cara perjalanan malam hari, dini hari, atau subuh.

Rute ketiga: lewat Klaten baru sekali dan pakai travel. Waktu itu sudah ada tol tapi travel enggan mengeluarkan kocek lebih dalam tentu saja nanti si bapak nombok. Bapaknya baik dan ramah ngajak ngobrol sana sini walau itu bikin aku nggak bisa istirahat di perjalanan melelahkan ini. Beliau cerita selama dia nyetir Yogyakarta-Madiun atau sebaliknya, ini adalah rute favoritnya. Baginya yang nyetir tanpa pernah pakai bantuan google maps, ini adalah rute tercepat. Tapi aku juga tidak bisa langsung bilang enggak karena untuk transportasi umum seperti travel mungkin dia lebih suka jalan terus jarang kena lampu merah dan macet di perkotaan. Walaupun secara durasi kurang lebih sama, perasaan lebih cepat karena jarang berhenti ya wajar saja. Oiya, sebetulnya bukan Klaten juga sih, maaf. Sekitar daerah Kalasan sudah belok kanan. Itu kalau kita lihat di gambar atas, akan masuk ke Madiun dari arah Ponorogo. Ini jalan masuk desa-desa, jarang ada rambu lampu lalu lintas, dan berkelok-kelok. Kalau butuh perjalanan dengan pemandangan banyak hijau-hijau, ini cocok sekali. Catatan ini karena rute dalam, tidak bisa ngebut seenaknya mau itu subuh sekalipun.

Rute tol. Akhirnya membahas rute lewat tol. Pertama kali ke Madiun dengan rute tol sebetulnya tanpa persiapan alias coba-coba. Jangan dicontoh, ya! Butuh kartu tol dengan saldo banyak. Kalian bisa riset dulu kota tujuan kalian butuh berapa saldo. Mari kita mulai dari bandara Adisucipto kita ambil jalan lurus terus ke arah Solo atau ke arah Timur. Ini seperti kita akan ke Solo deh pokoknya. Setiap ketemu lampu merah, lurus tidak pakai belok-belok sama sekali. Tanda kita harus beloknya adalah Kartosuro terdapat bundaran kecil yang jika kita ke kanan akan menuju jalan Slamet Riyadi atau kota Solo, kita belok kiri menuju gerbang tol Salatiga. Sebetulnya aku bingung nama tolnya Salatiga atau Colomadu karena waktu masuk ada tulisan Colomadu juga. Okelah, lanjut. Gerbang tol adalah belok kanan setelah lampu merah ke tiga dari setelah belok kiri tadi.

Waktu itu karena baru coba-coba, untungnya saldo kartu tol masih sekitar dua ratus ribuan. Masuk ke tol, ternyata tol yang harus ditempuh kurang lebih 110 km. Jauh banget. Dengan estimasi waktu tempuh 60 sampai 90 menit. Coba aku deskripsikan tol ini. Berbeda dari tol Semarang, ini tol nggak ada nanjak-nanjaknya. Lempeng. Tapi sebetulnya ada nanjak yang sebelum kita lewat akan ada rambunya bahwa setelah ini akan ada tanjakan sejauh berapa meter, nah tapi tidak signifikan jadi tanjakannya seperti tidak ada tanjakan aja gitu. Kecepatan minimal 60 km/jam dan kecepatan maksimal 80 km/jam. Di setiap ada jembatan penghubung desa yang sering kita lihat di tol biasanya akan ada peringatan-peringatan. Berhati-hati dan tidak melebihi kecepatan sesuai aturan serta diingatkan bahwa CCTV memantau kecepatan pengguna tol. Pertama lewat sana, ngasal banget aku. Nggak boleh sih. Aku bisa sampai kecepatan 140 km/jam. Jangan dicontoh lagi lho. Aku juga sudah tidak berani sampai kecepatan segitu. Sekitar sepuluh kilo meter (ya atau lebih dikit, lupa), kecepatan maksimal menjadi 100 km/jam. Hm, gini, ini opini aku. Jadi sepanjang perjalanan tol jujur tetap selalu berani menggunakan kecepatan lebih dari ketentuan. Ini excuse, sih, tapi ya gitu hehe. Ketika aku jalan 100 km/jam selalu ada saja yang menyalip yang berarti dia melanggar. Sepertinya walau diawasi CCTV, aturan itu belum betul-betul dijalankan. Akhirnya ya berani-berani aja untuk melanggar. Excuse lainnya adalah gemes jalan kosong ini ingin cepat sampai dan merasa kecepatan di atas itu masih cukup aman untuk tol yang sepi. Aku sudah tiga kali pulang pergi Yogyakarta-Madiun lewat tol, semakin ke sini semakin lebih banyak yang memakai tol tersebut, tapi tetap saja masih relatif sepi. Aku berani kecepatan 100 km/jam di area maksimal 80 km/jam dan berani kecepatan 120 km/jam di area maksimal 100 km/jam. Boleh mencontoh tapi bertanggungjawablah.


Banyak SPBU dan rest area di sana. Aku belum pernah, sejauh ini belum butuh istirahat dan bahan bakar setiap lewat sana. Kalian bisa istirahat di banyak pilihan tempat. Bangunan rest area bagus dan keren. Juga ada masjid keren. Secara visual, tol ini memang luar biasa keren. Aku nyetir nggak bisa foto sana sini. Sorry.

Ada pintu keluar Sragen, Ngawi, dan lain-lain nggak hafal. Sebelum ada pintu keluar Madiun kalian bisa ikuti papan hijau Ngawi. Kalau ragu, sepanjang perjalanan bisa sambil buka google maps. Tapi petunjuk cukup jelas sih. Aku ada pengalaman dulu di tol Semarang waktu masih awal-awal mungkin sekarang sudah tidak, petunjuk tampak mendadak dan membuat bingung. Ini aman dan jelas tenang aja.

Setelah perjalanan lewat dari 60 menit, akhirnya ada tulisan pintu keluar Madiun. Sedikit tips dari mas aku, kalau kita menggunakan mobil, kita bisa pilih pintu yang khusus mobil yang ada batas tinggi kendaraan. Hal itu untuk meminimalisir kecurangan tarif tol yang tidak sesuai dengan golongannya. Kalau mobil lewat pintu khusus mobil maka golongannya hanya satu. Kalau pintu yang umum kita akan rugi kalau misal harus membayar untuk golongan lain yang pasti lebih mahal. Kalau tidak salah itu pakai sensor dan kamera mungkin waktu kita masuk tol atau gimana yah aku kurang tahu juga, bisa saja salah atau rusak atau dicurangi. Oke, biaya yang harus saya keluarkan untuk 110 km tersebut adalah IDR 110.500. Mahal nggak? Bagiku itu mahal tapi setimpal dengan pemangkasan jarak tempuh yang keren sih. hehehe. Intinya recommended, guys!


Kita akan keluar di Madiun kabupaten. Lupa tepatnya di mana, tapi karena Madiun kecil, tidak lebih dari 10 km untuk menuju kota Madiun. Sekitar 6 km insyaalloh hehehehe,

Sudah deh, sampai. Aku ke sana selalu dengan mobil yang berbeda tapi dengan CC sama 1500. Soal BBM aku belum pernah menghitung dengan sungguh-sungguh. Sejak 2017 harga juga sudah naik (turun juga pernah sepertinya). Tapi setiap ke sana aku menghabiskan BBM pertalite IDR 350000. Sudah termasuk dengan wara-wiri di sana selama dua atau tiga hari. Pernah satu kali, seminggu di sana menghabiskan BBM sama tapi dengan mobil rental dengan CC 1300. Yang terakhir banget ke sana, 11-12 Januari 2020, kebetulan sekali berangkat dengan indikator BBM ketip-ketip dari rumah, jalan langsung beli BBM pertalite IDR 200000, di sana dua hari hanya wara-wiri jarak dekat, tapi sempat dua kali ke kabupaten sih. Perjalanan pulang isi IDR 150000. Saat ini IDR 7650/liter. Sisanya masih bisa aku pakai sampai Klaten alias keesokan harinya aku pakai pergi, ketip-ketip indikator BBM habis menyala di daerah Klaten. Maksud aku adalah rute tol membutuhkan BBM agak lebih sedikit dari dengan rute tanpa tol. Masuk akal dong, rute tol membuat gas stabil dan BBM lebih hemat dibanding rute yang banyak berhenti lalu lintasnya.

Sekian ulasan rute perjalanan mobil dari Yogyakarta ke Madiun. Selamat mencoba rute yang kalian suka. Selalu mengendarai mobil dengan bertanggung jawab, yah! Bijaklah menyikapi ngantuk, lapar, dengar musik, bercanda, dan lain-lain. Mantap!

Firlie NH
20 Januari 2020

Komentar

Banyak dibaca