Part 1 - HAHA HIHI S2
Saat ini saya mahasiswi semester 6 di Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta. Jurusan Pendidikan Seni. Tapi semester 5 saya
cuti, sih. Tapi sama aja sudah lewat dari semester 4, coy! Alias terlambat :’)
Sedang menyusun tesis yang sudah berjalan sekitar 60-65 % dengan target
April ujian, Mei Yudisium, Juni wisuda. Aamiin.
Ini perjalanan yang berat untuk saya. Sejak semester 2,
tahun 2017 tepatnya, adalah puncak saya merasa saya tidak suka dan ingin pindah
kuliah saja. Sebetulnya dari semester 1, saya masih merasa yakin saya bisa
menyukainya sampai masa akhir studi saya. Rasa tanggung jawab terhadap
kepercayaan, waktu, dan uang yang orang tua saya beri adalah hal-hal yang
mengharuskan diri saya menyelesaikan studi ini. Janji pada diri sendiri, ini
harus selesai. Saya tidak mau menyia-nyiakan yang telah orang tua saya beri. Bahkan
untuk masuk ke sana, saya telah menyisihkan kalau tidak salah kaprodi bilang
saat masa orientasi ada 18 anak tidak diterima di jurusan saya.
Akhir Mei, 2016 dengan kesadaran penuh saya apply tes masuk.
Saya wisuda S1 Maret 2016. Saya berstatus tidak ngapa-ngapain (bahasa halus dari nganggur) sejak Januari saya selesai sidang skripsi. Bekerja, main musik dan
mengajar sesekali. Rasanya masih pengangguran karena memang sering sekali di
rumah. Kecemasan orang tua saya tercurahkan ke kakak saya, yang menginginkan
kegiatan yang lebih jelas yang bisa lakukan setelah menjadi sarjana. Waktu itu
kayaknya saya memang belum tahu mau apa dah. Lupa juga.
Atas saran kakak, saya harus paling tidak satu tahun mempunyai pengalaman menjadi karyawan yang harus menerima perintah dari atasan dan bekerja sama dengan karyawan lain. Mencari lowongan kerja yang menerima lulusan S1 segala jurusan, sekitar 10-15 CV saya kirim ke berbagai perusahaan, bank, laboratorium kesehatan, optik, dan lain-lain. Bilang ke orang tua tentunya. Mereka tidak masalah. Oiya, sebetulnya saya sudah ada rencana untuk kuliah S2 di tahun 2017. Alasannya karena di tahun 2017 akan dibuka jurusan penyajian di Pascasarjana ISI Yogyakarta. Sebagai lulusan prodi penyajian saat S1, jelas itu yang ditunggu-tunggu.
Akhirnya saya mendapat panggilan untuk wawancara saya yang pertama. Saya ditelpon saat mengajar cello di hari Sabtu. Saat itu senang sekali. Saya cerita kepada semua, kakak, bapak, dan ibu. Teman-teman tidak karena mereka tidak ada yang tahu soal ini. Ternyata bapak saya ragu memberi restu soal saya bekerja sebagai karyawan. Saya tidak takut menyambut hari baru menjadi seorang karyawan. Saya merasa mungkin itu adalah hal yang harus saya coba. Keraguan bapak membuat kami sepakat untuk saling berdoa meminta petunjuk Alloh. Siapa lebih dulu diberi keyakinan dari Alloh, itu yang diikuti. Sampai pada suatu pagi bapak mengatakan “Kamu kuliah tahun ini mbak, terserah mau kuliah di mana”, “Tapi Firlie mau masuk ISI 2017, pak”. Intinya saat itu saya boleh juga lanjut di Pascasarjana ISI tapi 2016. Sedih karena ya jurusan yang saya mau belum ada. Saya tidak tertarik dengan jurusan lain.
Alasan saya apply S2 di 2016 cuma bapak pada waktu itu. Buka
pendaftaran UGM, syaratnya sulit sekali. SPP juga paling tinggi. Saya malas,
namanya juga nggak pengen, pengennya ISI 2017. Di UNY baru saja membuka jurusan
Pendidikan Seni S2. Saat itu tahun ke tiga. Rumor dari kakak
kelas saya yang kuliah di sana, katanya belum jelas. Masa-masa uji coba. Nekat apply
ke sana. Di masa-masa akhir pendaftaran gelombang tiga, gelombang terakhir. Kalau
saya tidak lolos mungkin akan ada alasan untuk saya apply kuliah lagi tahun
depan. Ternyata LOLOS......
Masih setengah hati, tapi ya saya berfikir saya belum berada
di dalam, saya harus masuk. Singkat cerita yang saya rasakan, yang paling saya
tidak suka adalah adanya jarak langit dan bumi antara dosen dengan mahasiswa. Tidak
semua dosen begitu, tapi dosen tertentu yang punya peran penting di kampus ya
yang begitu. Minat saya menggali ilmu dari dosen saya sendiri tidak ada. Saya terganggu
dengan situasi tersebut. Situasi baru yang saya sulit terima. Tapi tidak bisa
dilawan. Akhirnya saya cenderung malas dan serba ketinggalan. Bekal saya
padahal nggak banyak. Betul juga soal sebetulnya ilmu yang didapat dari dosen
hanya 20% sisanya kita harus belajar sendiri. Ya kalau 20% nya adalah sesuatu
yang membuat jarak kami jauh, mungkin 20% bisa jadi hanya 5%. Ya dari sisi
sayanya yang ribet juga bisa jadi. Usaha melawan ketidaksukaan jelas ada. Saya bertahan.
Saya senang, kawan kelas sangat baik dan solid :’)
Semester dua saya sangat merasa lelah dengan kondisi
tersebut. Segala tugas dikerjakan, kurang tidur, tapi substansinya entah di
mana. Setelah belajar sendiri selama mengerjakan tugas berjam-jam dalam sehari
kemudian masuk kelas dan dosen tidak memberi pencerahan atas apa yang kami
pertanyakan untuk sesuatu yang kami belum paham saat belajar sendiri adalah
situasi yang menyebalkan.
Sudah kepikiran apply kuliah lagi di kampus dan jurusan yang saya mau sambil mikir mau bayar sendiri biar nggak sepenuhnya merepotkan bapak. Akhirnya saya masih bertahan sampai sekarang. Masih sibuk belajar sendiri. Udah bodo amat sama miskonsepsi. Dulu di kelas aja miskonsepsinya tidak berubah apalagi sekarang sudah tidak pernah masuk kuliah karena sudah tidak ada kelas. Tapi ya sudah. Belajar dan terus belajar. Pemalas saya. Begitulah saya menilai diri saya sendiri.
Sebelum S2, saya berhak atas memilih SMK dan S1 sesuai
keinginan saya dengan perdebatan-perdebatan dengan orang tua. Mereka memberi
restu. Walau mereka kurang suka. Dan mereka sangat suka dengan keadaan saya
menjadi mahasiswa S2 di kampus normal. Orang tua juga alumni sini hahahah walau
ijazah tidak terpakai juga mereka, nih. Kampus normal karena bagi mereka kampus
S1 saya tidak normal. Tapi jujur saja saya di sana saya belajar dengan perasaan
bahagia, dosen yang berkawan, pengalaman di luar kelas yang membuat saya
belajar dengan lingkungan sekitar. Sungguh menyenangkan. Di kampus sini orang
tua saya bahagia, saya tak! Hehehehe...
Masa SMK dan S1 bahagia. Kenapa? Di tulisan aku berikutnya
ya.... saya mau lanjut mengerjakan tesis dulu, ini selingan karena bosan :')
Teman kelas yang sangat asik dan keren. Sekelas sebetulnya ada 15 orang, kalau satu angkatan sekitar 45 orang.
Selasa, 12 Februari 2019
Firlie N.H
Komentar
Posting Komentar