Jatuh Cinta pada Lesson Pertama
Aku adalah salah satu pemain cello di Bandung Philharmonic sejak 2016, salah satu orkestra di Indonesia. Kalau merasa asing, Bandung Philharmonic bisa dikepoin di beberapa media sosial seperti Instagram dan Facebook.
Sejak September 2018, prinsipal cello kami diganti jadi pemain cello asal luar Indonesia. Matteo Montanari namanya. Kalian bisa kepoin YouTube channel-nya. Tadinya prinsipal cello adalah pemain lokal, asli Indonesia. Dalam hati saya, "wah nggak cinta pemain lokal nih ah, pakai pemain interlokal". (Udah kek telfon aja interlokal).
Kesan pertama dia cukup cuek sama kami yang sebetulnya butuh sentuhan lebih dari dia. Butuh koreksi sana sini. Kalau perasaanku, dia sedang membaca situasi karena pada akhirnya dia sangat care sama kami dan menjalankan tugasnya sebagai prinsipal dengan baik. Udah kek siapa aja, menilai dia seperti itu. Tapi maksud aku, dia berhasil membuat aku sebagai bawahannya merasa aman, nyaman, untuk bermain bersama di orkestra tersebut.
Dari usia, jelas senior sekali. Mainnya juga jago banget. Kalau ngasih seksional udah kek ngasih lesson aja. Dan ya dia emang guru juga. Ada satu lagi nilai plus yang unch banget. Dia ganteng!
Setelah lulus S1, jujur aja aku ngga punya guru cello tetap lagi. Sejak 2016 itu aku ikut masterclass setahun sekali. Dengan Leslie Tan dan Hee-Young Lim. Selebihnya blong, alias tanpa guru. Dosen S1 aku terbuka lebar untuk aku meneruskan belajar, tapi ya sudah intinya aku malas. Huhuhu.
Hasrat mau lesson ke guru cello sangat besar. Iseng. Dag dig dug. Desember 2018 aku mengutarakan keinginanku buat lesson dengan Matteo. Desember adalah konser kedua dengan dia prinsipalnya. Selanjutnya adalah Februari, jadi waktu itu aku bilang akan lesson di konser berikutnya, Februari. Enteng banget dia bilang "sure!" Auto senyum lebar banget. "How much I have to pay?", "Nothing!". Edan nek gitu caranya aku pengen sujud syukur. Baik betul, ih! Baginya aku yang "uthul" ini adalah teman :') ah kalian bisa bayangin ga sih aku happy hampir gila gitu lhoooooo.
Sampailah Februari. Dengan segala keterbatasan ruang dan waktu, dia semangat banget ngasih aku lesson. Duh pengen nangis. Karena memang jadwal latihan yang sedikit, terus Matteo ada program di luar orkes yang mengharuskan dia latihan hal lain, dia bersedia. Aku juga tidak berekspektasi banyak. Satu kali pertemuan, 45-60 menit sudah senang sekali.
Bahanku Prelude Suite 3 Bach. Hari pertama kurang lebih 60 menit berlalu, itu baru beberapa baris dari total 2 halaman. Mungkin 20%. Dan dengan santainya dia mau ngasih aku lesson lagi besoknya. Ada banyak hal mau disampaikan ke aku. Akhirnya hari kedua dan selesai pembahasan Prelude itu. PR ku banyak dan aku senang sekali.
Aku tidak lancar bahasa Inggris, berantakan bahkan. Dia bisa bikin kalimat panjang, jawaban ku pendek banget. Aku bodo amat, sih. Malu biar aja dah malu. Kadang aku ngomong pakai bahasa Indonesia bahkan, tapi dia mengerti. Dia memang sering ke Surabaya dan mengajar di sana. Paham dia sepertinya.
Hari itu bahagia minta ampun. Minta ampun sama Tuhan, kalau tidak bersyukur atas guru yang luar biasa dan gratis karena dia menganggap ku teman orkesnya. Itu dalem banget, anyway. So sweet.
Kebiasaan ngotorin partitur seenaknya sendiri sudah aku stop. Kalau ngasih coretan ke partitur harus rapih dan jelas. Aku kena omel karena partitur kotor, kacau. Katanya itu menghambat belajarku. Malamnya aku dikirim partitur versi yang dia pakai dan masih bersih. Sekarang sudah jadi buku yang ku pakai terus :') ini buku suite ke tiga ku dan aku senang sekali memilikinya.
Kebiasaan lainnya, kebiasaan musikal juga dia perbaiki aku. Mulai dari pegang bow dan manajemennya. Aku suka angkat-angkat jari tengah dan manis kalau pegang bow. Ambyar hahaha... Nggak boleh katanya, mengurangi energi. Oke! Sampai di stage dia masih sempat menghampiriku dan memperingatkan soal itu. Dan aku pamer, aku sudah melakukan saranmu lho! Hahahaaaa...
Konser berakhir, selalu ku ucapkan terimakasih padanya. Ya mungkin dia yang tulus akan merasa capek mendengar ucapan terimakasih dariku :)
Aku latih semua saran dia. Yang masih belum sesuai sama sekali jempol tangan kiri ku. Huhuhu... Kalau soal permainan sudah aku optimalkan, tapi belum jadi. Kebayang tak? Jadi maksud aku, misal Matteo dengar dan lihat aku main Prelude Suite 3, dia akan tahu aku memainkan apa yang menjadi sarannya saat lesson walau belum baik permainannya.
Suatu hari aku rekam video. Aku post di status WhatsApp aku. Dia lihat dan reply, dia mau aku kirim versi video penuh. Malu karena buruk (bagiku dan mungkin memang bagi semua), tapi bahagia sekali sampai nyengir-nyengir parah. Aku tidak menyangka dia peduli sekali ke aku. Terharuuu biruuuu heu
Akhirnya aku kirim. Besoknya Matteo memberi catatan dan ya sampai ke dia bahwa aku banyak menjalankan saran dia. Baik sekali! Mau mengoreksi dan memberi motivasi. Aku aja belum berniat untuk membaca bagian lain dari Suite 3. Eh, lha kok dia bilang untuk aku latihan bagian yang lain. Guru macam apa dia??? Keren sekali. Aku yang "uthul" ini diperhatikan betul. Dan hari ini aku sudah latihan bagian Allemande dan aku pegang prinsip yang Matteo ajarkan di Prelude. So happy!
Jarak tidak menghalangi guru untuk tetap perhatian dengan muridnya. Duh kalau ketemu sekarang banget nih, mau pamer tangan kananku lah hahahaha
Firlie N.H
13 Maret 2019
Sejak September 2018, prinsipal cello kami diganti jadi pemain cello asal luar Indonesia. Matteo Montanari namanya. Kalian bisa kepoin YouTube channel-nya. Tadinya prinsipal cello adalah pemain lokal, asli Indonesia. Dalam hati saya, "wah nggak cinta pemain lokal nih ah, pakai pemain interlokal". (Udah kek telfon aja interlokal).
Kesan pertama dia cukup cuek sama kami yang sebetulnya butuh sentuhan lebih dari dia. Butuh koreksi sana sini. Kalau perasaanku, dia sedang membaca situasi karena pada akhirnya dia sangat care sama kami dan menjalankan tugasnya sebagai prinsipal dengan baik. Udah kek siapa aja, menilai dia seperti itu. Tapi maksud aku, dia berhasil membuat aku sebagai bawahannya merasa aman, nyaman, untuk bermain bersama di orkestra tersebut.
Dari usia, jelas senior sekali. Mainnya juga jago banget. Kalau ngasih seksional udah kek ngasih lesson aja. Dan ya dia emang guru juga. Ada satu lagi nilai plus yang unch banget. Dia ganteng!
Setelah lulus S1, jujur aja aku ngga punya guru cello tetap lagi. Sejak 2016 itu aku ikut masterclass setahun sekali. Dengan Leslie Tan dan Hee-Young Lim. Selebihnya blong, alias tanpa guru. Dosen S1 aku terbuka lebar untuk aku meneruskan belajar, tapi ya sudah intinya aku malas. Huhuhu.
Hasrat mau lesson ke guru cello sangat besar. Iseng. Dag dig dug. Desember 2018 aku mengutarakan keinginanku buat lesson dengan Matteo. Desember adalah konser kedua dengan dia prinsipalnya. Selanjutnya adalah Februari, jadi waktu itu aku bilang akan lesson di konser berikutnya, Februari. Enteng banget dia bilang "sure!" Auto senyum lebar banget. "How much I have to pay?", "Nothing!". Edan nek gitu caranya aku pengen sujud syukur. Baik betul, ih! Baginya aku yang "uthul" ini adalah teman :') ah kalian bisa bayangin ga sih aku happy hampir gila gitu lhoooooo.
Sampailah Februari. Dengan segala keterbatasan ruang dan waktu, dia semangat banget ngasih aku lesson. Duh pengen nangis. Karena memang jadwal latihan yang sedikit, terus Matteo ada program di luar orkes yang mengharuskan dia latihan hal lain, dia bersedia. Aku juga tidak berekspektasi banyak. Satu kali pertemuan, 45-60 menit sudah senang sekali.
Bahanku Prelude Suite 3 Bach. Hari pertama kurang lebih 60 menit berlalu, itu baru beberapa baris dari total 2 halaman. Mungkin 20%. Dan dengan santainya dia mau ngasih aku lesson lagi besoknya. Ada banyak hal mau disampaikan ke aku. Akhirnya hari kedua dan selesai pembahasan Prelude itu. PR ku banyak dan aku senang sekali.
Aku tidak lancar bahasa Inggris, berantakan bahkan. Dia bisa bikin kalimat panjang, jawaban ku pendek banget. Aku bodo amat, sih. Malu biar aja dah malu. Kadang aku ngomong pakai bahasa Indonesia bahkan, tapi dia mengerti. Dia memang sering ke Surabaya dan mengajar di sana. Paham dia sepertinya.
Hari itu bahagia minta ampun. Minta ampun sama Tuhan, kalau tidak bersyukur atas guru yang luar biasa dan gratis karena dia menganggap ku teman orkesnya. Itu dalem banget, anyway. So sweet.
Kebiasaan ngotorin partitur seenaknya sendiri sudah aku stop. Kalau ngasih coretan ke partitur harus rapih dan jelas. Aku kena omel karena partitur kotor, kacau. Katanya itu menghambat belajarku. Malamnya aku dikirim partitur versi yang dia pakai dan masih bersih. Sekarang sudah jadi buku yang ku pakai terus :') ini buku suite ke tiga ku dan aku senang sekali memilikinya.
Kebiasaan lainnya, kebiasaan musikal juga dia perbaiki aku. Mulai dari pegang bow dan manajemennya. Aku suka angkat-angkat jari tengah dan manis kalau pegang bow. Ambyar hahaha... Nggak boleh katanya, mengurangi energi. Oke! Sampai di stage dia masih sempat menghampiriku dan memperingatkan soal itu. Dan aku pamer, aku sudah melakukan saranmu lho! Hahahaaaa...
Konser berakhir, selalu ku ucapkan terimakasih padanya. Ya mungkin dia yang tulus akan merasa capek mendengar ucapan terimakasih dariku :)
Aku latih semua saran dia. Yang masih belum sesuai sama sekali jempol tangan kiri ku. Huhuhu... Kalau soal permainan sudah aku optimalkan, tapi belum jadi. Kebayang tak? Jadi maksud aku, misal Matteo dengar dan lihat aku main Prelude Suite 3, dia akan tahu aku memainkan apa yang menjadi sarannya saat lesson walau belum baik permainannya.
Suatu hari aku rekam video. Aku post di status WhatsApp aku. Dia lihat dan reply, dia mau aku kirim versi video penuh. Malu karena buruk (bagiku dan mungkin memang bagi semua), tapi bahagia sekali sampai nyengir-nyengir parah. Aku tidak menyangka dia peduli sekali ke aku. Terharuuu biruuuu heu
Akhirnya aku kirim. Besoknya Matteo memberi catatan dan ya sampai ke dia bahwa aku banyak menjalankan saran dia. Baik sekali! Mau mengoreksi dan memberi motivasi. Aku aja belum berniat untuk membaca bagian lain dari Suite 3. Eh, lha kok dia bilang untuk aku latihan bagian yang lain. Guru macam apa dia??? Keren sekali. Aku yang "uthul" ini diperhatikan betul. Dan hari ini aku sudah latihan bagian Allemande dan aku pegang prinsip yang Matteo ajarkan di Prelude. So happy!
Jarak tidak menghalangi guru untuk tetap perhatian dengan muridnya. Duh kalau ketemu sekarang banget nih, mau pamer tangan kananku lah hahahaha
Firlie N.H
13 Maret 2019
Komentar
Posting Komentar