MENIKAH DAN PUNYA ANAK ITU BUKAN "CUMA"
MENIKAH DAN PUNYA ANAK ITU BUKAN “CUMA”
Tulisan ini datang dari keresahan saya membaca sebuah tweet di Twitter (tentunya) yang lewat di timeline begitu saja. Saya tidak ingat kalimat lengkapnya, juga saya tidak ingat nama orang yang membuat tweet. Kalau masih main Twitter pasti biasa melihat tweet yang berasal dari orang yang tidak kita follow tapi bisa ada di timeline, bisa karena ia di-follow follower kita atau di-retweet atau reply atau like. Tweet seorang laki-laki yang ditujukan kepada perempuan berisi dukungannya untuk menggapai segala harapan dan cita-cita bukan "cuma nikah dan beranak". Warganet Twitter pun menanggapi dengan positif. Saya justru sedih. Saya sensitif dengan kata “cuma”. Apakah kalian merasa baik-baik saja dengan kalimat tersebut?
Mundur untuk membahas hal yang sebelumnya sempat banyak dibicarakan di media sosial yaitu perempuan yang memilih berpendidikan tinggi akan kesulitan menemukan jodohnya karena laki-laki cenderung takut dan minder. Mereka para perempuan membahas keresahannya dengan mengatakan memang tidak mau dengan laki-laki bodoh atau mengatakan tidak akan melupakan kodratnya sebagai perempuan yang akan patuh terhadap suami walau pendidikan suami tak setinggi mereka. Opini saya, hal tersebut bukan sesuatu yang perlu dibahas secara khusus. Sebagai perempuan, saya memilih untuk melanjutkan pendidikan setinggi yang saya mau dan mampu. Allah meninggikan derajat bagi mereka yang berilmu. Menuntut ilmu bisa dari mana saja dan dari sekolah adalah salah satunya.
Allah SWT berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قِيْلَ لَـكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَا فْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَـكُمْ ۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
yaaa ayyuhallaziina aamanuuu izaa qiila lakum tafassahuu fil-majaalisi fafsahuu yafsahillaahu lakum, wa izaa qiilansyuzuu fansyuzuu yarfa'illaahullaziina aamanuu mingkum wallaziina uutul-'ilma darojaat, wallohu bimaa ta'maluuna khobiir
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)
Niat saya untuk menuntut ilmu. Bukan niat untuk mempunyai suami dengan minimal jenjang pendidikan di atas saya. Jika ada perempuan dengan tujuan tersebut pun tidak apa, tapi tidak semua perempuan demikian. Biasanya, baik laki-laki dan perempuan punya kecenderungan sekolah hingga ke jenjang yang tinggi sebagai syarat dari pekerjaan atau profesi yang mereka inginkan. Bisa saja saya salah. Tapi saat saya kuliah S2, mayoritas teman kelas saya mengatakan ingin mendaftar menjadi dosen setelah lulus. Bagi saya letak pentingnya pendidikan adalah pada prosesnya. Apa yang membedakan yang bersekolah dan tidak bersekolah? Pola pikirnya. Pola pikir yang dibiasakan saat di sekolah sangat membantu seseorang untuk menghadapi situasi di kehidupan atau di luar sekolah. Bukan soal nilai matematika berapa, IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) berapa, cumlaude atau tidak. Itu hanyalah angka-angka yang menyempitkan sudut pandang manusia. Mau-maunya di bawah tekanan nilai (angka-angka) yang kadang banyak “magic”-nya.
Banyak faktor memang, seperti ekonomi, semangat belajar, kemampuan, dan lain-lain. Tapi ya sudah lah. Pilihan bagi semua, laki-laki dan perempuan untuk memilih sampai jenjang apa akan menuntut ilmu di sekolah. Allah dalam ayatnya tidak menyebutkan perihal hak yang berbeda untuk menuntut ilmu bagi laki-laki dan perempuan. Selagi punya kemampuan, keyakinan, dan semangat, sekolah adalah hal yang baik.
Kalimat "impian perempuan jangan cuma nikah dan beranak" dari salah seorang warganet Twitter membuat saya sedih saat bacanya. Belajar, menuntut ilmu, impian, tidak selalu soal pendidikan di sekolah. Mempunyai anak dan mendidiknya adalah bukan perkara gampang. Mengapa dikatakan "cuma"? Sebagai calon ibu yang saya pikirkan adalah membekali diri saya untuk menjadi seorang perempuan yang mempunyai pola pikir tepat. Makanya saya sekolah. Sampai apapun itu jenjangnya, seorang wanita akan belajar habis-habisan untuk bisa menjadi ibu yang bisa mendidik anaknya dengan baik. Lantas bagaimana dengan impian-impian lain yang sebetulnya perempuan berhak dan bisa raih? Itu semua kan pilihan. Wanita yang mempunyai cita-cita tinggi bukan berarti bukan seorang istri dan ibu yang keren. Juga sebaliknya, seorang wanita yang berkeinginan menikah dan mempunyai anak belum tentu tak punya cita-cita tinggi lainnya.
Firlie N.H
8 Maret 2019
26 Januari 2020
Komentar
Posting Komentar