Cerita Donor Darahku


Selamat datang kembali di blog Firlie NH
Kali ini aku akan menceritakan pengalaman aku sebagai pendonor darah. Enjoy!

Donor darah itu kegiatan darah kita diambil dari tubuh kita sebanyak 350cc dan darah itu akan diperuntukkan oleh yang butuh. Bisa dilakukan oleh perempuan dan laki-laki yang mempunyai berat badan di atas 50 kg. Hb di atas 12.5. Tekanan darah normal. Nah tekanan darah aku pernah atasnya 100 lolos tapi kadang tidak lolos dan mengharuskan minimal 110. Keterangan yang dari tadi aku sebutkan memang dari pengalaman bukan dari baca. Yang dicek langsung adalah dua hal tadi. Selebihnya banyak pertanyaan-pertanyaan yang harus calon pendonor jawab di formulir yang disediakan PMI (kalau kita donor melalui PMI). Kalau tidak jujur pun, misalnya tidak mengaku punya kelainan atau penyakit yang bisa menular melalui darah seperti HIV, ya nanti tetap ketauan karena mereka claim punya alat yang sangat canggih dan sensitif dalam menemukan penyakit-penyakit tersebut. Jika ditemukan penyakit mereka juga bersedia memberikan konsultasi dokter dan treatment-nya. Makanya, sampai ada salah seorang petugas yang mengambil darahku waktu itu bilang malah bisa sekalian cek kesehatan secara gratis. Ya, masuk akal. Tapi kalau mau cek kesehatan banyak cara dah. 

Donor dilakukan, tadinya, 2 bulan sekali untuk laki-laki dan 3 bulan sekali untuk perempuan. Kemudian, nggak tau alasannya apa nggak dijelasin, baik laki-laki dan perempuan adalah setiap 2 bulan sekali. Setiap pertama kali donor darah ke PMI wajib menulis nomor HP yang kemudian dua bulan lagi akan diberi anjuran untuk donor kembali. Petugas juga yang menyampaikan bahwa donor baik untuk laki-laki, karena perempuan punya siklus haid tetapi laki-laki tidak. Jadi claim-nya ini baik untuk kesehatan laki-laki.

Kira-kira Agustus 2016 atas ajakan teman, aku memutuskan untuk donor darah pertama kali. Tanpa persiapan apa-apa ternyata aku lolos dua cek yang aku sebutkan di atas. Deg-degan. Walau badanku besar, venaku kecil ternyata. Hahahaha. Kedua temanku selesai. Aku masih lama. Kata petugas selain karena ini kali pertama, ya memang kecil venaku. Bahkan waktu itu aku belum makan. Heran juga sih semua normal dan lolos begitu saja. Setiap selesai donor akan ditanya apakah pusing atau tidak. Oiya, sudah makan sebelum donor itu juga penting. Terkadang itu menjadi salah satu pertanyaan saat petugas memeriksa tekanan darah/ HB. Kadang, tidak selalu ditanya. Memang baiknya sudah makan. Kali pertama aku pusing jadi ku jawab pusing tapi aku juga bilang kalau belum makan. Selesai sudah prosesnya. Kami diberi satu kantung paket berisi malkist, minuman isotonik (kadang sereal siap minum), dan obat penambah darah.

Pengalaman pertama begitu menyenangkan. Selesai donor kami makan dan bercengkrama, "donor asik juga, ya?!" Iya asik karena hal baru. Dan yang terpenting, ada juga manfaat diriku ini. Hehehehe. Langsung pengen lekas tiga bulan untuk segera donor. Iya, waktu itu masih jaman per tiga bulan bagi perempuan.

SMS dari PMI bagaikan SMS panggilan kerja. Senang betul. Akhirnya kami berangkat donor. Sama seperti donor pertama, tanpa persiapan. Tidak lolos semua. Ada yang berhenti di tekanan darah ada yang berhenti di cek HB. Donor kedua itu aku sampai tidak ingat berapa kali tes untuk akhirnya lolos. Kadang teman aku ada yang lolos satu, yang satunya tidak. Aku akhirnya lolos saat pergi sendiri. Random gitu. Di antara proses-proses gagal tersebut sudah banyak cara yang kami lakukan seperti makan daging kambing untuk menaikkan tekanan darah dan makan sayur hijau, ati ampela, untuk menaikkan HB.

Donor aku lakukan secara rutin. Oiya, donor itu tidak sakit. Sakit tipis-tipis aja sih dan sebentar. Di antara pengalaman donor darahku, ada di antaranya, karena venaku kecil, darah diambil di tangan kanan macet, pindah kiri, selesai, besoknya bengkak. Tapi itu sepele rasanya, yang seru pengalamannya. Sepertinya itu terjadi dua kali, selesai donor darah ada plester di tangan kanan dan kiri. Walau aku sudah berulang, faktor vena kecil sih jadi ya sudah.

Total aku mendonor berapa kali tidak ingat antara 8-10 kali. Paling sering melakukan tes sebelum donor gagal itu di donor ke dua saja. Ke tiga juga gagal. Ini analisis asal tapi waktu itu situasi gagal kalau aku berangkat dari rumah hanya untuk donor, sampai sana sering kali tekanan darah/ HB kurang. Akhirnya melakukan usaha-usaha kan setiap kegagalan itu. Sampai suatu hari aku iseng aja ke sana. Dari kampus, siang-siang (sudah beraktivitas banyak), sampai sana semua normal semua lolos. Dua bulan berikutnya cara itu berhasil lagi. Oiya ada salah satu faktor tekanan darah perempuan rendah, kondisi habis atau akan haid.

Dengan berbagai pengalaman, aku punya tips untuk perempuan yang akan donor. (1) Sebaiknya saat masuk Minggu kedua setelah haid, (2) di tengah-tengah melakukan berbagai aktivitas seperti biasa. Sila coba! Hahahaha

Kenapa 8 kali donor saja? Sekarang?
Ya, sekarang aku tidak lagi. Aku ceritakan ini.

Donorku selanjutnya, bunyi SMS dari PMI sedikit berbeda, mereka meminta aku untuk konsultasi dengan dokter. Seperti yang aku sebutkan di bagian awal. Konsultasi dokter adalah tanda ketauan suatu penyakit yang menyebabkan kita tidak bisa donor. Tapi karena aku merasa sehat ya pede aja gitu bilang ke petugas mau donor. Sistem sudah online. Aku punya kartu. Aku nggak bisa donor harus menemui dokter, kalimat yang muncul di komputer petugas kurang lebih seperti itu. Akhirnya aku menemui dokter yang ada di PMI. Perbincangan panjang. Pertanyaan banyak. (1) sudah menikah? Jawabku belum. (2) sudah pernah berhubungan badan? Jawabku belum. (3) sudah pernah opname? 2013, jauh sebelum aku donor. Singkatnya seperti itu. Alat mereka mendeteksi aku reaktif salah satu penyakit yang bisa menular lewat darah dan itu berbahaya. Alat mereka sudah ku jelaskan di awal juga, sekecil apapun penyakit itu akan ketauan. Yang aku ingat betul adalah lirikan tatapan dokter saat bertanya padaku. Seolah dia mau bilang "hey kamu sakit! udah ngapain aja kamu?" . Dan seolah meyakinkan aku kalau aku betul-betul reaktif. Aku bohong? Tidak, semua sudah aku jawab dengan jujur.

Sampai rumah aku nangis. Stress. Kalau betul reaktif datangnya dari mana? Oke, mari kita bahas. Oiya sebelum kita bahas lebih lanjut, kelanjutan konsultasi tadi adalah aku harus cek darah sekali lagi. Untuk lebih yakinnya. Hari itu darahku langsung diambil. Kalau tidak salah ingat, satu Minggu lagi aku disuruh datang.
Lanjut ke pembahasan. Yang pertama ada empat penyakit yang haram buat donor. 2 Hepatitis (maaf lupa, hehe), HIV dan sipilis. Aku tidak mau menyebutkan. Semua bisa menular lewat darah, makanya pertanyaannya seperti tadi. Nah, karena aku belum pernah berhubungan badan dan opname (sejak 2016), kalau memang aku terjangkit adalah karena keteledoran dari pihak PMI karena saya diubek-ubek jarum hanya di sana. Entah milik pendonor yang terjangkit, teledor bagaimana itu memungkinkan aku bisa tertular dari sesama pendonor. Tapi menurutku itu teledor yang adalah berlebihan karena seringkali perlengkapan entah jarum, selang darah, semua sekali pakai. Banyaklah items yang sekali pakai. Jadi teledor sekali kalo tidak dibuang dan sebagainya. Kemungkinan kedua adalah peletakan tempelan nama yang salah. Gini, banyak petugas pengambil darah itu anak magang. Bisa saja luput. Namaku ditempel di darah milik orang lain. Ketika hasil reaktif itu muncul sebetulnya itu bukan darahku. Mungkin orang itu akan ketauan terjangkit penyakit di donor berikutnya, karena darah dia yang lolos adalah darahku. Udah yakin banget nih aku sehat? Enggak, kemungkinan tertular perkara jarum-jarum an di PMI masih mungkin saja terjadi. Satu hal lagi, hasil diagnosa tersebut menjadikan aku kepo sekali dengan penyakit ini. Penyakit ini, adalah penyakit yang mengalami beberapa tanda-tanda. Dan aku tidak mengalami satupun. Makin aneh.

Seminggu kemudian aku datang. Tahu apa yang terjadi? Dokter dan petugas sudah mencari hasil tes darahku selama satu jam tidak ketemu. Hasil laboratoriumku ketlingsut! Bayangin aja. Seminggu nangis-nangis sampai sana hasil lab ku hilang?! Sebanyak apa pasien yang mengalami seperti aku sampai hilang? Ruang dokter sepi kok.

Raut wajah dokter sudah mulai sungkan. Aku sangat tidak suka dengan rautnya. Lirikan mata Minggu sebelumnya saja masih terngiang hingga sekarang. Dokter perempuan. Berhijab. Inisial N. Beliau baik dan ramah. Upaya untuk menghindari judging karena ini penyakit sensitif juga dilakukan. Tapi aku sebagai pasien reaktif pada saat itu pun menjadi sangat sensitif. Mulutnya tidak judging, rautnya iya. Pokoknya sebel banget dah!
Satu kata untuk PMI pada waktu itu, ILFEEL. Semakin yakin ada keteledoran besar sampai darahku dibilang reaktif penyakit parah. Aku bete. Tentu saja dong. Cengar-cengir sebel aku waktu itu. Dokter bilang, aku diambil darah sekali lagi. Tapi tidak perlu satu Minggu menunggu, lusa hasil akan beliau kabari lewat Whatsapp.

Aku berusaha damai dengan keadaan ini. Mata masih saja sembab. Masa yang sulit dan menyedihkan. Waktu itu baru sekitar 4 jam aku sudah menerima WhatsApp dari dr. N. Non-reaktif. Aku sudah bisa tersenyum. Sedih tidak bisa hilang begitu saja. Didiagnosa penyakit parah yang tidak tahu datangnya dari mana, rasanya meeeennnn. Terdengar lebay mungkin? Ya mungkin kalian belum pernah mengalami ini? Aku belum pernah tahu kejadian ini dialami orang lain. Mungkin karena jarang. Nggak tahu juga sih. Kakak iparku adalah seorang dokter. Sejak tahu pertama ini menimpaku, dia merasa ini tidak mungkin, kalau memang betul terjadi ya jelas salah PMI. Ketika tahu aku non reaktif, reaksinya adalah aku sebaiknya marah-marah mengeluhkan kejadian ini, baginya fatal, kalau sampai ada aku-aku yang lain. Wew, aku ada banyak. Selingan.

Buat ketemu dokternya saja aku malas. Jadi, kalau aku ternyata non-reaktif selanjutnya apa? Darah siapa yang reaktif dong? Alatnya canggih lhoooooo. Oke, selanjutnya adalah aku konsultasi dengan dokter. Kemudian enam bulan lagi cek darah, enam bulan berikutnya lagi cek darah kembali. Jadi, satu tahun setelah aku dinyatakan non reaktif, jika hasil cek selalu bagus, aku bisa menjadi pendonor lagi.

Keesokan harinya, seharusnya aku menemui dr. N. Waktu itu aku tidak bisa. Dr. N mencariku. Tapi betul aku tidak bisa. Aku janjian hari lain dengan beliau. Tapi pada akhirnya aku tidak datang. Ada hal mendadak dan selebihnya aku sudah malas. Orang tuaku dari awal sudah geram dengan kejadian ini. Aku dilarang donor lagi. Aku pun tidak mau. Keteledoran PMI berefek salah satu pendonornya tak mau kembali ke sana.

Mungkin sudah setahun, aku tak pernah ke PMI. Omong kosong dengan cek selama setahun untuk bisa donor lagi. Karena apa? Iparku yang dokter bilang, sekali non-reaktif tidak akan pernah tiba-tiba menjadi reaktif. Kalau aku menjalani itu adalah hanya karena mengikuti prosedur untuk bisa donor lagi. Karena aku tidak mau ke sana lagi, ya buat apa?

Tulisan ini mau menjelekkan PMI? Mungkin, tapi sebetulnya aku fokus kepada oknum yang teledor terhadap ini. Mereka mau tanggung jawab apa kalau aku betul-betul terjangkit? Aku setuju dengan istilah "fatal".

Tulisan ini mempengaruhi untuk orang lain tidak donor? Tidak, mungkin orang yang jauh berbesar hati mengalami yang aku alami bisa kembali donor, masalah tidak akan naik. Bahkan aku tulis ini juga tidak akan mengangkat kasus ini. Donor itu beramal. Kejadian ini bikin aku ilfeel dan trauma dengan petugas dan situasinya. Maka, aku masih bersedia untuk mendonorkan darahku kepada yang membutuhkan tapi bukan melalui donor rutin yang dulu aku lakukan. Bahkan terlintas untuk aku ingin donor darah rutin lagi. Aku merasa dulu punya amalan itu, tapi sekarang tidak. Tapi kalau mengingat ke arah sana, aku sudah tidak ada keinginan sama sekali donor rutin. Aku pernah mempengaruhi salah seorang laki-laki teman kuliah untuk donor rutin dan dia senang. Setelah aku tidak bisa mendonor pun, dia tetap pergi ke sana. Rispek.

Yah, seperti itulah kejadiannya. Aku kira aku akan Istiqomah hingga memperoleh plakat donor ke 25, 50, dst. Tapi ternyata tidak bisa. Tak apa :')

Semoga bermanfaat, yah!
Perempuan jangan takut donor. Di PMI, daftar pendonor tetap yang dipajang berdasar urutan tersering, dikuasai laki-laki semuaaaaa.

Firlie NH
27 April 2019

Komentar

Banyak dibaca