"Maha Karya Adiluhung" Konser Orkestra TBY 2019

Selamat datang kembali di blog Firlie NH

Aku mau bahas sebuah acara musik. Acara yang akan aku bahas adalah sebuah konser orkestra Taman Budaya Yogyakarta yang bertajuk “Maha Karya Adiluhung”. Konsernya berlangsung Selasa, 23 April 2019. Tapi sebelum lanjut, aku mau bilang kalau ini ulasan yang subjektif dari aku yang terlibat di dalamnya sebagai pemain musik (cello). 


Pertunjukan konser musik orkestra di Jogja adalah hal yang 
biasa. Jogja punya SMK dan perguruan tinggi (nggak cuma satu atau dua, tapi lebih) jurusan musik. Bahkan ada beberapa sekolah swasta punya orkes dan kampus yang tak punya jurusan musik juga ada orkesnya. Maaf tidak aku sebutkan. Banyak dah intinya.

“Orchestra” kalau di KBBI itu “orkes” artinya  kelompok pemain musik yang bermain bersama pada seperangkat alat musik. Kalian setuju? Aku sih setuju. Makanya ada orkes dangdut, orkes melayu, dll. Kalau ketik “orkestra” munculnya “orkes”. Jadi ya itu tadi. Tapi yang dimaksud dengan orkestra dalam acara tersebut adalah kelompok pemain musik yang bermain musik bersama pada seperangkat alat musik layaknya budaya barat. Susunan pemainnya itu seperti orkesnya musik barat yang kita kenal dengan sebutan “genre musik klasik”. Tapi kami memainkan lagu populer lawas yang tergolong hits, legend gitu. Misal karya Guruh Soekarno Putra, Chrisye, Titik Puspa, dll. Selian lagu-lagu era itu, ada satu komposisi dari Budhi Ngurah yang berjudul “Overture Pentatonic”. Oiya, orkes ini ditambah dengan kombo (drum set, gitar, bass listrik). Jadi aku pengen bilang ini “orkes pop”. Sebetulnya aku nggak asing dengan situasi ini. Ketika aku sekolah di SMK musik, sekolah sudah mencampuradukkan repertoar atau daftar lagu yang orkes di sekolah mainkan. Aku main orkes sejak kelas 2 SMK. Mata pelajaran “orkestra” kalau tidak salah namanya. Seminggu 1-2 kali (lupa hehe). Ada bahan utama lagu “klasik” dengan format yang orkes “klasik” –budaya barat-. Tapi kalau ada acara sekolah dan orkestra tampil, akan ada lagu-lagu populer yang telah diaransemen guru. Atau bahkan lagu “klasik” yang diaransemen menjadi baru bunyinya dan formatnya. Mau menghibur gitu ceritanya. Sebetulnya situasi tersebutlah yang cukup merusak pemahamanku soal orkes itu sendiri. Karena kami tidak diberi penjelasan dan juga kurang skeptis untuk mencari tahu. Yang penting eksis konser. wkwkw. Waktu masuk kuliah aku mulai paham. Dan secara natural ada yang aku suka dan tidak suka. Tapi yaudahlah itu urusanku, kan (?)

Jadi kalau boleh aku simpulkan “orkes pop” itu menggunakan disiplin “orkes musik klasik barat” (yang ditambah misal kombo) tetapi materinya adalah bukan “musik klasik barat”. Hmm, adaptasi mungkin. Pernikahan, job corporate, event apa aja dah, sudah mulai menggunakan bentuk tersebut.
Balik ke acara yang mau aku bahas tadi “Maha Karya Adiluhung” atau jika diterjemahkan kurang lebih “karya yang besar” dari tema itulah, karya yang dibawakan adalah Bimbi, Bimbo, Payung Fantasi, Mahadaya Cinta, Damai Bersama-Mu, dll. Semua adalah karya-karya besar pada masanya. Sebetulnya kalau aku boleh mengerucutkan opini. Dua karya yang paling menarik bagiku adalah “Bimbo” dan “Overture Pentatonic”. “Overture Pentatonic” adalah karya Budhi Ngurah. Beliau komposer Indonesia (Jogja) yang karakter karyanya sangat kuat. Beliau membuat komposisi atau mengaransemen sebuah lagu, hasilnya akan terdengar “Oh, ini buatan Budhi Ngurah”. Kalau kata salah seorang dosenku, istilah untuk hal seperti itu adalah sudah mencapai level “originalitas”. Aku udah berulang kali memainkan karya beliau. Nah, yang ini spesialnya adalah pada solo gitar listrik yang pakemnya masih “overture” banget tapi bunyinya kekinian dan pentatonik. Duh, kalian bisa kebayang nggak sih? Overture itu adalah sebuah musik pembukaan dari sebuah opera kalau dari tradisi musik klasik barat. Bisa juga overture dibawakan secara terpisah dari operanya, berdiri sebagai sebuah bentuk musik sendiri. Karya ini idiomnya menggunakan pentatonik (Indonesia banget) dan solonya gitar listrik. Brilliant. 

Karya kedua medley lagu-lagu Bimbo. Ini aransemen tapi terdengar seperti di-recompose gitu. Diaransemen oleh Vishnu Setyagraha yang adalah mempunyai karakter kuat di setiap garapan musiknya. Selain bunyinya bagus, dinamika detil pada score, musiknya itu jadi lebih kaya dan tentunya tetap skillfull. Musiknya akan terdengar lebih kaya dari karya aslinya. Nah, bagiku konsep sebuah “orkes pop” yang perlu dibangun itu yang seperti dua repertoar tadi. Yang lain tidak jelek, bahkan sangat menghibur. Tapi, bukankah dengan konsep yang aku sampaikan tadi justru membawa penontonnya jauh lebih ke depan (?) Mereka terhibur dan membawa mereka ke pengalaman musikal dengan musik yang di-recreate sedemikian rupa sehingga ada nuansa baru dan lebih kaya lagi dari yang biasa. Bahasa gampangnya hm, karya yang lain itu aransemen bagus tetapi terlalu dekat dengan lagu aslinya. Orkes yang akarnya dari budaya barat bisa dikembangkan lebih jauh lagi.

Aku bukan arranger bukan komposer. Ya cuma bisa bacot gini doang. Bikin kagak bisa. Tapi ya mungkin itu keresahanku yang sering di situasi “orkes pop” yang terkesan statis. 

Maaf untuk kalimat yang kurang pas bagi kalian sehingga menjadi terkesan “loh kok gini?”
Terimakasih sudah bersedia membaca :) 

Firlie NH
24 April 2019


Komentar

Banyak dibaca