Ngaji 2 Juz = 2 liter bensin

Di twitter beberapa waktu lalu bersliweran komen orang-orang menanggapi perihal ada sebuah SPBU yang pasang spanduk bertuliskan (intinya) akan memberikan 2 liter bensin gratis kepada calon pembeli yang hafal 2 juz dalam Alquran. Komennya soal diskriminasi, kapitalis, dan lain-lain. Tidak terlalu banyak juga. Tapi bagiku itu terlalu jauh. Rasanya aku ingin ikut menanggapi namun tanggapanku tak dapat tersalurkan melalui karakter yang tersedia di twitter. Selain pendapatku memang tidak penting, ya aku ingin beropini lewat blog saja lah intinya.


Kejauhan. Dalam hati aku bertanya mengapa mereka berpikir sejauh itu? Tapi pertanyaan tersebut tidak bisa terjawab tanpa aku menanyakan kepada mereka langsung dong. Ada yang aku tidak kenal pula. Bagiku fenomena ini sudah lama terjadi dalam bentuk lain. A



mereka berpendapat terlalu jauh ini adalah bagian dari efek masyarakat sekarang yang mudah membesarkan hal kecil menjadi besar melalui jempol mereka? Opiniku, memang ada hal (yang tampak) kecil pantas untuk diangkat menjadi isu yang besar dan perlu perhatian. Tapi tidak semua. Sexual harassment, body shamming, bullying (ngggg istilahnya pakai bahasa Inggris semua ya ternyata hahaha) misalnya. Dulu tampaknya hal kecil, tapi karena dianggap menelan banyak korban, isu tersebut diangkat dan menjadi perhatian besar banyak orang. Itu pas. Aku pribadi pernah mengalami ketiganya. Walau sebetulnya soal body shamming dan bullying aku kurang sependapat dengan orang yang mengkampanyekan seputar itu, tapi itu oke dan mewakili keresahan banyak orang.

Soal spanduk ini aku merasa itu kurang pas untuk diangkat isunya sebagai bentuk diskriminasi dan hal-hal terlalu jauh lainnya. Respon aku ketika pertama kali membaca spanduk itu, "Ini teknisnya gimana, hafalan 2 juz itu lama. Reward-nya cuma 2 liter, kalau aku hafal pun aku pilih nggak cari gratis, tinggal bayar kurang dari 20.000 sudah bisa dapat 2 liter bensin dan ya pulang". Haha aku selogis itu. Realistis. Ada komen salah seorang komika yang hampir serupa dengan pendapat aku tapi kebetulan aku baca setelah keesokan harinya. Katanya kasihan yang antre di belakang menunggu depannya hafalan 2 juz, capek. Hahahaha tertawa untuk cerita yang lucu tapi kalau tanggapan logisku ya antrean hafalan bisa saja dipisah.

Di paragraf kedua aku mengatakan fenomena ini sudah terjadi dalam bentuk lain. Ada warung makan di Jogja, cabangnya ada banyak, dia selalu menyediakan 50 porsi makan buka puasa gratis tiap hari Senin dan Kamis. Selain mengandalkan kejujuran pembeli perihal mereka puasa atau tidak, promo ini seakan (dan memang) untuk muslim. Ada juga gratis makan di hari Jum'at jika hafalan surat Al-Kahfi. Sama kan? Muslim juga. Promo ini ada sejak mungkin beberapa tahun lalu, bahkan aku kurang tahu sekarang masih ada promo itu atau tidak. Tidak ada yang menjadikan itu sebagai isu. hahahha. Diskrimasi itu, selain muslim tidak bisa mendapatkannya. Hahahahha (lagi)

Mengapa aku bilang kejauhan? Karena justru aku menaruh rispek kepada mereka yang menyediakan reward-reward tersebut. Aku mengapresiasi bentuk kepedulian pemberi reward terhadap para konsumennya. Contoh-contoh yang terkesan diskriminasi, yang bisa ikutan hanya yang muslim, itu hak dari pemberi promo. SPBU dan warung makan, melayani semua pembelinya, mereka tidak diskriminasi pihak manapun untuk membeli atau mengkonsumsi produk mereka. Ibarat sekolah dan kampus milik yayasan agama tertentu. Di Jogja ada kampus Islam yang memperolehkan mahasiswa tidak Islam untuk menjadi mahasiswanya. Ada juga kampus Kristen yang memperbolehkan mahasiswa Islam menjadi mahasiswanya. Biasanya ada ketentuan tertentu. Seperti bapak aku dulu sekolah di SMEA Kristen dan tetap ikut pelajaran agama Kristen, begitu ketentuannya. Karena bagian dari aturan dan kurikulum, di kampus Islam wajib memakai kerudung walau bukan muslim. Ada hal-hal yang harus diikuti karena mereka sudah punya ketentuan sendiri. Rumah sakit milik yayasan agama, rumah sakit yang pada intinya adalah tempat untuk berobat, tidak pernah memandang agama untuk menerima pasiennya walau milik yayasan agama. Mereka punya ketentuan-ketentuan sendiri. Jadi perihal promo ini ya sudahlah, itu yang mereka buat, cenderung ke agama tertentu itu hak mereka. Kenapa harus menaruh prasangka? Yang mau ikut ya ikut, tidak ya tidak. Hafal 1 juz saja aku tidak, tentu tidak. Dan tidak mungkin ada yang tidak hafal kemudian getol menghafal demi reward tersebut. Jadi itu tersedia bagi yang memang sudah hafal kan (?) Atau menjadi puasa Senin Kamis demi bisa mendapat promo itu. heeeee

Firlie NH
9 Juli 2019

Komentar

Banyak dibaca