CAPEK #1

Tulisan ini datang karena hasrat ingin curhat aja sih sebetulnya. Sudah curhat juga ke kawan. Tapi solusi dari mereka akan aku jadikan bagian dari tulisan ini.

Aku sedang merasa.... Apa ya, aku sulit menghakimi yang sedang terjadi di diriku. Semoga kata "capek" bisa sedikit memberi gambaran. Semua orang bisa atau pernah atau sering "capek". Hal yang umum.

 

Di suatu siang, saat aku akan packing cookies -aku berjualan cookies yang aku buat sendiri- aku membutuhkan lem untuk menutup atau mengunci pack cookies dan gunting untuk memotong stiker logo cookies yang akan ku tempel di bagian luar bungkus. Aku cari-cari ke banyak sudut di rumah. Aku tidak bisa menemukannya. Aku lupa. Betul-betul lupa. Memoriku seperti hilang, terpotong, terlompat. Aku gemas terhadap diriku sendiri. Marah, sedih, kecewa, capek, dan aku menangis. Hari yang sudah bisa direncanakan cookies bisa dikirim ke Bogor di siang hari, gagal. Aku benci. Benci ini muncul karena kehilangan lem dan gunting merupakan hal yang tidak pernah ku bayangkan. Nek jare wong Jawa apa-apa kudu mikir pait-paite. Nah aku tidak pernah berpikir sama sekali soal kemungkinan lem dan gunting yang hilang. Hilang secara fisik dan hilang dari ingatanku. Sakit rasanya. Sakit. Maka aku menangis.

 

Yang terjadi pada waktu itu, aku marah sekali kecewa sekali dengan diriku sendiri. Karena beberapa hari sebelum itu, aku baru saja kehilangan dompet berisi 457000 oleh karena memoriku yang terpotong. Aku tidak menangis melainkan berusaha mencari dengan mengulang ke tempat yang aku singgah di hari dompet hilang dan belajar mengikhlaskan uang yang aku kumpulkan susah payah dari berjualan makanan (risol, cookies, dan camilan pangsit). https://www.instagram.com/p/B065nILA3SA/?igshid=1uw4e1k4ecfrk
Di hari itu aku menjadi marah, kecewa, dan nangis karena aku mengulang kesalahan yang sama.

Beberapa menit setelah menangis, aku bercerita via WhatsApp kepada sahabat (mbak-mbakku) yang berada di jauh-jauh sana. Eh yang satu pas di Jogja sih waktu itu. Tapi ya gitu intinya, aku curhat. Mereka menyarankan aku untuk beristirahat secara fisik, hati, pikiran, semua deh. Istirahat total. Aku sakit apa ya? Bisa jadi, tapi aku bukan siapa-siapa yang berhak untuk menilai diriku sendiri. Saran yang lain adalah ke psikiater. Ada berdebatan antara harus ke psikolog atau ke psikiater dengan ciri-ciri yang aku hadapi, akhirnya (sepertinya akan ke psikolog) salah seorang mbakku memberi kesempatan untuk aku bertemu teman kakaknya yang seorang dokter ahli kejiwaan, konsultasi sebelum akhirnya memutuskan untuk ke mana. Sampai sekarang belum ada kabar aku akan konsultasi kapan. Tapi aku sangat senang. Sempat merasa takut dan sungkan tapi itu akan jauh lebih baik daripada meraba-raba untuk judge diri sendiri.

(Sumber: Twitter dr. Jiemi)

Aku sebagai orang yang overthinking, pernah dibilang overthinking oleh ahli typo graph yang setiap Selasa siaran di sebuah radio (dulu sih), aku mengirimkan gambar tulisanku di atas kertas polos tanpa garis, dan atas kesimpulan tersebut aku mengamini. Ya, aku overthinking. Walau aku pengangguran ada hal-hal yang harus ku lakukan di rumah maupun di luar rumah yang kaitannya dengan keinginanku, passion, dan lain-lain. Apa sih... Eh, mungkin yang pengangguran tahu, terkadang label kita "pengangguran" tapi kita ga seselo itu. Kek tetep sibuk gitu lho. Ketika aku disarankan untuk beristirahat, aku kesulitan. Di kepalaku seperti sudah ada penolakan, "nggak bisa aku harus ini","aku harus ngurus itu". Tapi aku harus berdamai dengan diriku sendiri. Aku harus terima kalau aku butuh istirahat. Mbakku bertanya, "kamu punya keinginan apa di saat-saat sekarang?", "Ingin beli barang apa? Ingin pergi ke mana?", "Izin ke orang tua untuk pergi dan mengobrol dengan dirimu sendiri. Quality time. Ke mana aja kamu mau". Aku jawab, "aku nggak tahu". Bahkan aku nggak tahu aku punya keinginan apa.

Aku bukan penyuka traveling untuk wisata alam atau ke luar negeri atau semacam itulah. Ya walaupun untuk quality time memang tidak harus pergi jauh melainkan menjauh dari keramaian yang biasa aku hadapi.

Oiya, hari-hari ku aku sering menangis untuk meluapkan apa juga aku nggak tahu. Masih nggak tau, nggak berani mutusin itu apa. Tapi pokoknya ya menangis saja. Sebentar, mungkin nggak sampai 5 menit.

Tapi tibalah di perjalanan siang hari naik motor panas-panas, terlintas aku ingin ke Jakarta. Menyenangkan diriku sendiri dengan menonton pertunjukan orkestra yang akan tampil. Kebetulan ada. Dulu saja ingin lihat tapi karena kelamaan di Bekasi, eh belum jadi menonton waktu itu.

Aku reservasi tiket. Sayang sekali, h-3 baru akan dikonfirmasi melalui email gitu. Padahal aku harus mempersiapkan tiket kereta dan penginapan. Banyak drama tapi aku kekeh untuk ingin healing ke sana. Semoga di sela-sela aku cari hal yang aku senangi aku bisa mengobrol dengan diriku sendiri.

Aku sedang di kereta menuju Jakarta. Besok dini hari aku akan sampai. Lanjut foto untuk poster resital sebelum malamnya lihat konser orkestra. Hmmmm, masih aja ada kesibukan yang aku harus lakukan di tengah-tengah healing. Tapi aku sudah sepakat dengan diriku. "Aku happy!"



Cerita akan aku lanjutkan setelah hari-hari healingku berlalu ya. Aku kemarin sempat punya ekspektasi "pasti healing ini akan sangat menyenangkan". Tapi aku rasa itu salah, nanti aku kecewa lagi hanya karena ekspektasiku sendiri. Semoga perjalanan ini lancar. Tuhan, jaga aku terus, Tuhan :)

Firlie NH
27 Agustus 2019

Komentar

Banyak dibaca