CELLO

Cello merupakan komponen penting dalam orkestra, ansambel gesek, dan berbagai pertunjukan kelompok lainnya, namun tetap mempertahankan posisinya sebagai instrumen solo. Andrea Amati (1505-1577) dari Itali adalah penemu cello pertama yaitu pada awal abad ke-16. Kemudian cello mengalami evolusi hingga berabad-abad sampai menjadi cello yang sekarang dikenal masyarakat.
Budhi Ngurah (1987:7-12) menjelaskan sekilas tentang sejarah cello. Ditinjau dari bahasa Itali, cello disebut juga dengan violoncello namun istilah itu sudah jarang digunakan. Cello termasuk dalam keluarga alat musik gesek (biola, biola alto, cello, dan bas), memiliki empat dawai yaitu C – G – d – a. Register suara yang dihasilkan lebih rendah daripada biola dan biola alto serta ukuran yang lebih besar. Cello mampu membunyikan nada C dua oktaf lebih rendah dari c tengah dan suara cello bisa mencapai hingga lima oktaf lebih tinggi dari nada c rendah tersebut.
Istilah cello pertama kali digunakan pada pertengahan abad 17, sedang di abad 16 dan awal abad 17 ada beberapa istilah lain yang digunakan antara lain bas deviolonbasso di viola da braccio, basse de violon, violone, dan violoncino. Awalnya, instrumen ini terdiri atas tiga dawai yaitu F – c – g. Kemudian diperluas dengan menambahkan satu dawai menjadi Bb – F – c – g. Penalaan tersebut dianggap tidak ideal untuk permainan ansambel sehingga diubah menjadi C – G – d – a dan digunakan sampai sekarang. Namun pada waktu itu di Perancis dan Inggris sampai abad 18 masih menggunakan penalaan yang lebih rendah. Pemain cello umumnya membaca bass clef (kunci F) namun juga memungkinkan untuk membaca tenor clef (kunci C tenor) dan treble clef (kunci G).



Notasi 1: register suara cello

Ukuran cello pada waktu itu lebih besar dari cello di jaman sekarang, mempunyai panjang badan 80 cm atau lebih. Pada tahun 1660 di Bologna diperkirakan mulai diperkenalkan cello dengan ukuran lebih kecil serta mulai digunakannya perak untuk melapisi bagian bawah dawai. Selanjutnya ukuran cello berubah-ubah dengan ukuran badan 73 cm dan 80 cm. Antara tahun 1707 sampai 1710, Antonio Stradivari membuat cello dengan ukuran 75 cm sampai 76 cm, dan kemudian ukuran tersebut yang dijadikan standar sejak itu.
Pada akhir abad 17 dan awal abad 18 muncul cello yang dikembangkan menjadi lima dawai. Dikatakan bahwa itu bermula dari suite no. 6 untuk solo cello yang ditulis oleh Johann Sebastian Bach yang akan lebih mudah untuk dimainkan jika terdapat dawai yang kelima yaitu e’.
Perubahan konsep suara yang dibutuhkan membuat banyak perubahan pada cello di abad 18 seperti bagian leher dan papan jari yang dibuat lebih panjang dan dibelokkan lebih tajam, jembatan dinaikkan, dan dawai yang lebih tipis untuk menghasilkan suara yang lebih jernih, serta mulai digunakannya tourte bow dan endpindTourte bow adalah bow (penggesek) yang yang dibuat Francois Tourte sekitar tahun 1750-1785.
Francois Tourte (1747-1835), lahir 10 tahun setelah kematian pembuat biola terkemuka Antonio Stradivari, adalah pembuat bow paling cemerlang dalam sejarah. Tourte membuat bow yang ideal. Ia memperkenalkan kembali kayu pernambuco dari Brasil, satu-satunya jenis kayu yang memberikan kombinasi optimal dari fleksibilitas, elastisitas, resistensi, dan berat. Dalam satu bow Tourte menggunakan 200 rambut bow yang sempurna kebulatan dan panjangnya.
Vincent Liu (2011:7-9) menerangkan tentang organologi cello dalam jurnalnya. Bagian-bagian cello antara lain scroll, pegs, neck, fingerboard, f-hole, fine tuner, tailpiece, endpin, dawai, dan bow. Di bagian atas (kepala cello) ini terdiri dari scroll dan pegbox, berisi empat peg yang terbuat dari kayu hitam, digunakan untuk tuning menambah atau mengurangi ketegangan dari masing-masing dawai. Neck menghubungkan kepala cello dengan tubuhnya dan biasanya terbuat dari kayu mapel. Empat dawai (C, G, d, dan a) berada di atas fingerboard yang terbuat dari kayu ebony (kayu hitam).
Ketika pemain cello menggesek dawai dengan bow, gelombang bunyi dipancarkan melalui dua f-hole (disebut f-hole karena lubangnya berbentuk huruf “f”) di kedua sisi jembatan. Tekanan atau gesekan dari dawai dikirimkan oleh bridge (jembatan) ke soundboard untuk menghasilkan bunyi.


Gambar 1: Bagian-bagian cello
(Sumber: Koleksi pribadi)

Tailpiece terhubung ke bagian bawah dawai. Terbuat dari kayu hitam, boxwood, atau rosewood, tapi sekarang biasanya terbuat dari plastik. Terdapat empat fine tuner pada tailpiece, digunakan untuk hanya sedikit menyesuaikan tuning dari empat dawai, berbeda dengan peg, yang biasanya digunakan untuk penyesuaian yang lebih besar. Dawai pada umumnya berbahan baja atau logam sintetis, sementara dulu terbuat dari catgut (dawai yang terbuat dari usus hewan yang dikeringkan). Endpin yang memungkinkan pemain cello untuk nyaman mengatur cello pada lantai.
Organologi cello terdiri lebih dari 70 bagian yang unik. Bagian depan cello terbuat dari dua potong kayu pinus atau cemara yang melekat satu sama lain. Bagian belakang, terbuat dari dua potongan kayu maple atau poplar. Pada bagian tepi permukaan cello dikelilingi dua garis sejajar garis yang disebut purfling, tidak hanya untuk visual yang menarik, tetapi juga meningkatkan kualitas nada dan membantu menjaga tepi cello dari keretakan.
Bow cello terbuat dari kayu pernambuco, yang berasal dari pohon yang disebut brasilium atau palo brasilFrog terbuat dari kayu hitam. Di masa lalu frog terbuat dari kulit penyu dan gading gajah, namun sekarang dilarang untuk mencegah kepunahan penyu dan gajah. Ferrule umumnya terbuat dari emas atau perak. Wire wrapping terbuat kulit, kawat perak, atau kawat emas namun dulunya terbuat dari tulang ikan paus. Screw untuk menyesuaikan ketegangan rambut bow, yang terbuat dari rambut kuda putih.



Gambar 2: Garis purfling pada tepi cello
(Sumber: Koleksi pribadi)



Gambar 3: Bagian-bagian bow
(Sumber: Koleksi Pribadi)

Rosin, terbuat dari getah beberapa jenis pohon-pohon pinus. Cara menggunakannya digosokkan ke rambut bow. Berfungsi untuk membuat rambut bow kesat dan dapat menghasilkan bunyi saat bow digesekkan ke dawai.



Gambar 4: Rosin
(Sumber: Koleksi pribadi)

Kursi merupakan hal penting berhubungan dengan kenyamanan saat bermain cello. Leslie Tan[1], dalam masterclass cello di Bandung (November 2015), mengatakan bahwa memperhatikan ukuran tinggi kursi yang dipakai saat bermain cello sangat penting. Tinggi kursi yang ideal adalah kursi yang ketika diduduki membuat posisi paha sejajar dengan kursi, tidak terlalu ke atas atau ke bawah. Jika terlalu ke atas berarti kursi terlalu pendek, jika terlalu ke bawah berarti kursi terlalu tinggi.


Gambar 5: posisi duduk ideal saat bermain cello
(sumber: koleksi pribadi, diperagakan oleh penulis)

Beberapa teknik dalam bermain cello antara lain vibrato, pemain menggerakkan bolak-balik jari pada tangan kiri bertujuan untuk menghasilkan nada yang lebih hidup. Harmonik, bunyi nada lebih lembut diproduksi dengan meletakkan jari secara ringan di atas dawai pada posisi tertentu. Glissando, memainkan nada ke nada lain dimainkan dengan cara menggeser jari secara perlahan. Spiccato, memantulkan bow di atas dawai. Pizzicato, memetik dawai dengan jari. (Liu, 2011: 7)




[1] Leslie Tan adalah pemain cello yang tergabung dalam T’ang String Quartet (Singapura)



Tulisan di atas merupakan salah satu sub bab pada bab II Tinjauan Historis dan Teoritis yang saya tulis dalam skripsi saya dengan judul Interpretasi Sonatina untuk Cello dan Piano Karya Zoltan Kodaly Berdasarkan Analisis Bentuk dan Harmoni.

Daftar Pustaka:
Bach, Johann Sebastian. Six Suites for Cello Solo Pierre Fournier Edition. New York: International Music Company, 1983.
Budhiana, I G. N. Wiryawan. Analisis Konserto Cello Dalam B minor Opus 104 Karya Antonin Dvorak. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, 1987. Skripsi tidak diterbitkan. 
Liu, Vincent. The Cello: An Amazing Musical Instrument. Manhattan: Academic Journals, 2011. 


Repost dari blog saya sendiri, 30 Agustus 2016

Firlie NH
15 September 2019

Komentar

Banyak dibaca