"Konser Orkes Simfoni dan Paduan Suara" Dies Natalis 35 Lustrum 5 ISI Yogyakarta PAKET LENGKAP
Selamat atas terselenggaranya "Konser Orkes Simfoni dan Paduan Suara" dalam rangka Dies Natalis XXXV Lustrum VII ISI Yogyakarta.
Konser yang berlangsung tadi malam tepatnya Selasa, 17 September 2019 di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta terasa hangat dengan kehadiran banyak sekali penonton mulai dari pejabat kampus sampai rakyat jelata seperti saya heuheu.
Kapan lagi ya, nonton konser orkes dan paduan suara dengan format sebesar ini secara gratis. Untuk dapat duduk di situ harus melakukan registrasi jauh-jauh hari. Baru sebentar sudah full booked aja.
Kurang tahu pembuat desain posternya siapa tapi posternya menggambarkan kemegahan acara tersebut. Sedikit komentar mengenai tema, konser ini cukup unik karena di antara banyak konser orkes yang mengusung tema ini itu, konser ini memakai format mereka menjadi sebuah tema orkes. Semacam tidak bertele-tele, itu asik juga ternyata.
Fyi nih, karena aku tidak bisa reservasi karena sudah ditutup, akhirnya aku bisa menonton dengan tiket yang temanku punya, dia pemain dalam orkes tersebut, dan duduknya mentok ujung sekali dah. Untung menggunakan mic, semua suara aman terdengar.
Sampai di sana, hal yang pertama penonton lakukan adalah (semacam) registrasi ulang dengan menunjukkan e-tiket, mengisi daftar penonton, dan mendapat booklet. Kemudian menunggu open gate. Sekitar 19.30 open gate walau di poster tertulis pukul 19.00 tapi yaudahlah.
"Menyanyikan lagu Indonesia Raya, hadirin dimohon berdiri." tapi tidak tiga stanza, syukurlah tidak lama.
Acara dimulai. Sepasang pria dan wanita selaku MC membuka acara. Duh, sayang sekali aku lupa nama mereka. Aku sudah familiar dengan MC pria tetapi tidak dengan yang wanita. MC pria yang aku tahu ada MC doyan ngebanyol malam itu menjadi sosok yang berusaha lurus no funny funny. Terdengar kaku sekali. Sering banyak salah pengucapan kata. Terdengar grogi. Tapi aku sangat menghargai usahanya dari dia yang biasa ngebanyol parah tiba-tiba MC-ing secara serius. Nggak tahu juga kan gimana briefing panitia ke MC pria, tapi rispek buat kamu, mas! Tiap acara yang aku review sering aku nyela MC. Untuk kali ini aku rispek juga dengan MC wanita. Luwes tapi nggak luwes-luwes banget tapiiii rispek untuk beberapa pengucapan kata yang terdengar dia sudah riset atau jika ada briefing dia memperhatikan dengan baik. Good job MC!
Parade sambutan dimulai. Maafkan aku karena aku sibuk main ponsel selama sambutan. Seingatku ada Dekan Fakultas Seni Pertunjukan dan Rektor ISI Yogyakarta. Parade sambutan ditutup dengan launching buku editan pak Sunarto.
Karya pertama yang dimainkan adalah Academic Festival Overture, Brahms. Entah apa yang terjadi, sejak nada pertama terdengar mereka seperti bermain musik tapi meninggalkan spiritnya. Ampang. Nggak jelas. Energi nggak keluar. Aku sebagai penonton, "Ini apa?". Tiba-tiba baton pengaba jatuh sehingga tengah ke belakang aku untuk pertama kalinya lihat pak Budhi Ngurah mengaba tanpa baton. Karya pertama seakan tertolong saat paduan suara masuk, "Gaudeamus igitur". Suaranya megah sekali berhasil membuat aku (dan mungkin beberapa orang yang lain) bernostalgia dengan atmosfer wisuda saat di ISI Yogyakarta tahun 2016. Disclaimer nih, kenapa di UNY aku wisuda kemarin nggak ada gaudeamus igitur yah? Ya emang nggak wajib sih ah HAHAHA.
Tiga karya berikutnya adalah solo gitar, solo bass, dan solo biola. Asturias, Isa Albeniz, Dwi Jansen soloist-nya, main dengan bersih. Enak sekali bunyinya. Selain karya ini memang sudah terkenal, karya ini terdengar cenderung datar secara grafik emosi. Aku kurang tahu di mana letak klimaksnya selain akor terakhir. Tapi kalau tidak salah yang memang bentuknya begitu, tema yang diulang-ulang. Penampilan dia bagus.
Soloist kedua adalah Ravi, kontrabas. Memainkan Concerto Bottesini in B minor bagian pertama. Ravi keren sekali. Kabarnya ia memakai kontrabas milik Alm. Amir Katamsi. Alatnya bagus, mainnya bagus. LOVE. Soloist andalan malam itu adalah Ravi. Artikulasi jelas, intonasi oke, walau ya masih ada salah-salah yang tampak jelas tapi secara keseluruhan kece banget. Rispek juga untuk orkestra selaku pengiring, mereka yang dipimpin pak Budhi Ngurah berhasil mengontrol emosi mereka sehingga bas selalu jadi terdepan sepanjang karya dimainkan. Format orkes ini besar sekali lho! Karyanya memang skillful terdengar dan terlihat malam itu. Ravi berhasil! Good job Ravi.
Soloist ketiga adalah Glen, biola. Memainkan karya yang aku tahu itu sulit concerto Mendelssohn e minor. Aku nggak paham mic yang dipakai Glen tapi di tempat dudukku terdengar tidak balance antara suara tinggi dan rendah. Nada tinggi bisa terdengar dengan jelas tapi setiap main nada rendah bunyinya tidak sonor. Pada karya ini, orkestra sebagai pengiring sepertinya ambil terlalu banyak bagian (terlalu keras) sehingga menghalangi soloist. Kalau menurut aku kemungkinannya adanya kecenderungan dari para pemain yang menganggap kontrabas suaranya tidak keras sehingga mereka berusaha sekali untuk tidak menutupi, sedangankan saat biola mereka anggap biola sudah keras jadi malah lupa untuk lebih kontrol. Atau kalau tidak ya karena part iringan juga sulit sehingga fokus mereka terbagi-bagi. Beberapa tempat tema utama dimainkan biola satu dan berantakan. Baik bunyi maupun gerakan bow mereka. Sedikit kacau. Glen tetap bersinar malam itu. Selamat!
Sedikit muncul pertanyaan mengapa ketiga soloist memainkan karya dalam tangga nada minor semua? Musik era Romantik semua? Memang ada banyak perbedaan nuansa pada masing-masing karya tersebut. Tapi ya aku jadi penasaran kenapa tidak dengan karya yang lebih variatif?
Sesi pertama selesai. Break 15 menit dan acara dilanjutkan. Sudah cukup larut, iya pidatonya banyak. Hehehehe. Aku masih bertahan. Ku pilih tempat duduk tamu undangan yang sudah pulang. Nekat saja. Duduk di bagian depan. Semua tampak makin jelas. Mari nikmati. Repertoar serius sudah habis. MC pria mulai ngebanyol seolah menjadi tanda, "hei mari kita senang-senang di sesi dua".
Karya pertama Pantom of The Opera. Ada duet vokal pria dan wanita. Ganang dan Sekar. Kombo mulai beraksi. Sesi dua sudah ada "des tek des tek" nya, guys! Karya ini berhasil membawa nuansa nostalgia masa SMK ku. hehehehe. Ini lagu yang sering dimainkan orkes saat aku masih sekolah. Bedanya terdengar lebih dewasa, rapi, bagus, dan tidak emosional. Beda pengaba juga hehehehe.
Boaz Jati si pemain biola yang juga bisa nyanyi menghibur penonton malam itu dengan lagu Message in the bottle, Police, lagu kesukaan pengaba. Nongol dari tengah-tengah penonton, Jati berhasil bikin orang-orang mencari "suara ini datang dari mana?". Sembari bernyanyi ia menuju panggung. Asik banget gayanya Jati. Mantap dah! Aku nungguin dia improve-improve sebetulnya, karena bagian akhir cukup monoton pada pengulangan reff yang banyak sekali. Asik, Jat! Selamat, yah!
Selanjutnya ada Janger lagu daerah asal Bali yang oleh pak Budhi bikin in fuga style. Fuga itu salah satu bentuk komposisi. Karya itu pak Budhi banget deh bunyinya. Sepemahaman aku fuga ada masa sebuah tema belum selesai sudah disalip dengan tema yang baru. Tapi malam itu aku kesulitan mencerna fuga dan justru terdengar seperti Janger dengan macam-macam variasi. Atau aku yang nggak paham maaf :( Karya ini premier di acara tersebut. Keren sekali! Selamat pak Budhi :) Paduan suara tampil memukau di karya ini.
Heal the world, Michael Jackon. Seolah mau membekali setiap orang yang menonton pada malam itu dengan kedamaian untuk dibawa pulang, karya ini sengaja ditaruh di paling ujung. Pada bagian akhir, sebagian dari paduan suara mengangkat lampu yang digerakkan ke kanan dan kiri menambah suasana malam itu makin asik lagi.
Masih ada satu bonus lagi setelah penyerahan bunga tangan kepada pengaba, soloist, panitia. We are the champion adalah encore-nya! Malam itu ditutup dengan kemenangan.
Sekali lagi selamat untuk "Konser Orkes Simfoni dan Paduan Suara" dalam rangka Dies Natalis XXXV Lustrum VII ISI Yogyakarta. Penampilan yang luar biasa. Format ini sangat besar. Melibatkan kurang lebih 100 orang. Bahkan waktu menjadi mahasiswa di sana, aku belum pernah main orkes sebanyak itu. Dari maba sampai yang sudah alumni ikut berpartisipasi. Yeay. Maaf untuk kata-kataku yang ternyata salah. Opiniku yang kurang berkenan. Terimakasih sudah bersedia membaca hingga selesai, aku tahu ini panjang. hehehehe
Firlie NH
18 September 2019
Konser yang berlangsung tadi malam tepatnya Selasa, 17 September 2019 di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta terasa hangat dengan kehadiran banyak sekali penonton mulai dari pejabat kampus sampai rakyat jelata seperti saya heuheu.
Kapan lagi ya, nonton konser orkes dan paduan suara dengan format sebesar ini secara gratis. Untuk dapat duduk di situ harus melakukan registrasi jauh-jauh hari. Baru sebentar sudah full booked aja.
Kurang tahu pembuat desain posternya siapa tapi posternya menggambarkan kemegahan acara tersebut. Sedikit komentar mengenai tema, konser ini cukup unik karena di antara banyak konser orkes yang mengusung tema ini itu, konser ini memakai format mereka menjadi sebuah tema orkes. Semacam tidak bertele-tele, itu asik juga ternyata.
Fyi nih, karena aku tidak bisa reservasi karena sudah ditutup, akhirnya aku bisa menonton dengan tiket yang temanku punya, dia pemain dalam orkes tersebut, dan duduknya mentok ujung sekali dah. Untung menggunakan mic, semua suara aman terdengar.
Sampai di sana, hal yang pertama penonton lakukan adalah (semacam) registrasi ulang dengan menunjukkan e-tiket, mengisi daftar penonton, dan mendapat booklet. Kemudian menunggu open gate. Sekitar 19.30 open gate walau di poster tertulis pukul 19.00 tapi yaudahlah.
"Menyanyikan lagu Indonesia Raya, hadirin dimohon berdiri." tapi tidak tiga stanza, syukurlah tidak lama.
Acara dimulai. Sepasang pria dan wanita selaku MC membuka acara. Duh, sayang sekali aku lupa nama mereka. Aku sudah familiar dengan MC pria tetapi tidak dengan yang wanita. MC pria yang aku tahu ada MC doyan ngebanyol malam itu menjadi sosok yang berusaha lurus no funny funny. Terdengar kaku sekali. Sering banyak salah pengucapan kata. Terdengar grogi. Tapi aku sangat menghargai usahanya dari dia yang biasa ngebanyol parah tiba-tiba MC-ing secara serius. Nggak tahu juga kan gimana briefing panitia ke MC pria, tapi rispek buat kamu, mas! Tiap acara yang aku review sering aku nyela MC. Untuk kali ini aku rispek juga dengan MC wanita. Luwes tapi nggak luwes-luwes banget tapiiii rispek untuk beberapa pengucapan kata yang terdengar dia sudah riset atau jika ada briefing dia memperhatikan dengan baik. Good job MC!
Parade sambutan dimulai. Maafkan aku karena aku sibuk main ponsel selama sambutan. Seingatku ada Dekan Fakultas Seni Pertunjukan dan Rektor ISI Yogyakarta. Parade sambutan ditutup dengan launching buku editan pak Sunarto.
Karya pertama yang dimainkan adalah Academic Festival Overture, Brahms. Entah apa yang terjadi, sejak nada pertama terdengar mereka seperti bermain musik tapi meninggalkan spiritnya. Ampang. Nggak jelas. Energi nggak keluar. Aku sebagai penonton, "Ini apa?". Tiba-tiba baton pengaba jatuh sehingga tengah ke belakang aku untuk pertama kalinya lihat pak Budhi Ngurah mengaba tanpa baton. Karya pertama seakan tertolong saat paduan suara masuk, "Gaudeamus igitur". Suaranya megah sekali berhasil membuat aku (dan mungkin beberapa orang yang lain) bernostalgia dengan atmosfer wisuda saat di ISI Yogyakarta tahun 2016. Disclaimer nih, kenapa di UNY aku wisuda kemarin nggak ada gaudeamus igitur yah? Ya emang nggak wajib sih ah HAHAHA.
Tiga karya berikutnya adalah solo gitar, solo bass, dan solo biola. Asturias, Isa Albeniz, Dwi Jansen soloist-nya, main dengan bersih. Enak sekali bunyinya. Selain karya ini memang sudah terkenal, karya ini terdengar cenderung datar secara grafik emosi. Aku kurang tahu di mana letak klimaksnya selain akor terakhir. Tapi kalau tidak salah yang memang bentuknya begitu, tema yang diulang-ulang. Penampilan dia bagus.
Soloist kedua adalah Ravi, kontrabas. Memainkan Concerto Bottesini in B minor bagian pertama. Ravi keren sekali. Kabarnya ia memakai kontrabas milik Alm. Amir Katamsi. Alatnya bagus, mainnya bagus. LOVE. Soloist andalan malam itu adalah Ravi. Artikulasi jelas, intonasi oke, walau ya masih ada salah-salah yang tampak jelas tapi secara keseluruhan kece banget. Rispek juga untuk orkestra selaku pengiring, mereka yang dipimpin pak Budhi Ngurah berhasil mengontrol emosi mereka sehingga bas selalu jadi terdepan sepanjang karya dimainkan. Format orkes ini besar sekali lho! Karyanya memang skillful terdengar dan terlihat malam itu. Ravi berhasil! Good job Ravi.
Soloist ketiga adalah Glen, biola. Memainkan karya yang aku tahu itu sulit concerto Mendelssohn e minor. Aku nggak paham mic yang dipakai Glen tapi di tempat dudukku terdengar tidak balance antara suara tinggi dan rendah. Nada tinggi bisa terdengar dengan jelas tapi setiap main nada rendah bunyinya tidak sonor. Pada karya ini, orkestra sebagai pengiring sepertinya ambil terlalu banyak bagian (terlalu keras) sehingga menghalangi soloist. Kalau menurut aku kemungkinannya adanya kecenderungan dari para pemain yang menganggap kontrabas suaranya tidak keras sehingga mereka berusaha sekali untuk tidak menutupi, sedangankan saat biola mereka anggap biola sudah keras jadi malah lupa untuk lebih kontrol. Atau kalau tidak ya karena part iringan juga sulit sehingga fokus mereka terbagi-bagi. Beberapa tempat tema utama dimainkan biola satu dan berantakan. Baik bunyi maupun gerakan bow mereka. Sedikit kacau. Glen tetap bersinar malam itu. Selamat!
Sedikit muncul pertanyaan mengapa ketiga soloist memainkan karya dalam tangga nada minor semua? Musik era Romantik semua? Memang ada banyak perbedaan nuansa pada masing-masing karya tersebut. Tapi ya aku jadi penasaran kenapa tidak dengan karya yang lebih variatif?
Sesi pertama selesai. Break 15 menit dan acara dilanjutkan. Sudah cukup larut, iya pidatonya banyak. Hehehehe. Aku masih bertahan. Ku pilih tempat duduk tamu undangan yang sudah pulang. Nekat saja. Duduk di bagian depan. Semua tampak makin jelas. Mari nikmati. Repertoar serius sudah habis. MC pria mulai ngebanyol seolah menjadi tanda, "hei mari kita senang-senang di sesi dua".
Karya pertama Pantom of The Opera. Ada duet vokal pria dan wanita. Ganang dan Sekar. Kombo mulai beraksi. Sesi dua sudah ada "des tek des tek" nya, guys! Karya ini berhasil membawa nuansa nostalgia masa SMK ku. hehehehe. Ini lagu yang sering dimainkan orkes saat aku masih sekolah. Bedanya terdengar lebih dewasa, rapi, bagus, dan tidak emosional. Beda pengaba juga hehehehe.
Boaz Jati si pemain biola yang juga bisa nyanyi menghibur penonton malam itu dengan lagu Message in the bottle, Police, lagu kesukaan pengaba. Nongol dari tengah-tengah penonton, Jati berhasil bikin orang-orang mencari "suara ini datang dari mana?". Sembari bernyanyi ia menuju panggung. Asik banget gayanya Jati. Mantap dah! Aku nungguin dia improve-improve sebetulnya, karena bagian akhir cukup monoton pada pengulangan reff yang banyak sekali. Asik, Jat! Selamat, yah!
Selanjutnya ada Janger lagu daerah asal Bali yang oleh pak Budhi bikin in fuga style. Fuga itu salah satu bentuk komposisi. Karya itu pak Budhi banget deh bunyinya. Sepemahaman aku fuga ada masa sebuah tema belum selesai sudah disalip dengan tema yang baru. Tapi malam itu aku kesulitan mencerna fuga dan justru terdengar seperti Janger dengan macam-macam variasi. Atau aku yang nggak paham maaf :( Karya ini premier di acara tersebut. Keren sekali! Selamat pak Budhi :) Paduan suara tampil memukau di karya ini.
Heal the world, Michael Jackon. Seolah mau membekali setiap orang yang menonton pada malam itu dengan kedamaian untuk dibawa pulang, karya ini sengaja ditaruh di paling ujung. Pada bagian akhir, sebagian dari paduan suara mengangkat lampu yang digerakkan ke kanan dan kiri menambah suasana malam itu makin asik lagi.
Masih ada satu bonus lagi setelah penyerahan bunga tangan kepada pengaba, soloist, panitia. We are the champion adalah encore-nya! Malam itu ditutup dengan kemenangan.
Sekali lagi selamat untuk "Konser Orkes Simfoni dan Paduan Suara" dalam rangka Dies Natalis XXXV Lustrum VII ISI Yogyakarta. Penampilan yang luar biasa. Format ini sangat besar. Melibatkan kurang lebih 100 orang. Bahkan waktu menjadi mahasiswa di sana, aku belum pernah main orkes sebanyak itu. Dari maba sampai yang sudah alumni ikut berpartisipasi. Yeay. Maaf untuk kata-kataku yang ternyata salah. Opiniku yang kurang berkenan. Terimakasih sudah bersedia membaca hingga selesai, aku tahu ini panjang. hehehehe
Firlie NH
18 September 2019
Komentar
Posting Komentar