UBAH MINDSET-NYA
Circle-ku sudah banyak ibu-ibu, orang tua. Hmmm, teman sebayaku sudah menikah, sudah punya anak. Tentu saja berseliweran di berbagai media sosial ikut bergeser. Mau tidak mau, walau aku belum berkeluarga dan punya anak, sedikit banyak tahu keresahan-keresahan mereka. Kemudian ada satu yang menggelitik. Menggelitik aku secara pribadi (subjektif).
Kata "jangan" dilabeli sebagai bagian dari kalimat negatif. Untuk dapat menyampaikan hal yang sama, kalimat tersebut diubah menjadi kalimat yang diberi label "positif" sehingga itu boleh disampaikan ke anak. Contohnya ada pada gambar di atas.
"Jangan memukul" menjadi "coba pegang dengan lembut". Aku nggak tahu secara psikologis bagaimana efek negatif dari kata jangan pada kalimat tersebut. Efek dari memukul adalah sakit atau melukai orang yang dipukul. Ketika anak ingin memukul dan diminta untuk pegang dengan lembut, hasrat ingin memukulnya tidak tersampaikan sehingga akibat dari pukulan dari itu anak juga nggak tahu.
Kalau opiniku, yang perlu diubah adalah mindset dari orang tuanya. Aku kurang peduli dengan kalimat positif atau negatif. Itu label saja. Jika mindset diubah, anak nggak banyak dilarang. Kalimat positif adalah kalimat larangan yang lebih baik secara verbal. Jadi bagi aku sama saja. Kenapa dilarang? Terlalu banyak melarang juga nggak wajar. Mengubah kalimat sama aja ah. Tanpa melarang sama sekali juga nggak mungkin. Ada bahaya yang nggak perlu dicoba ini bahaya alias harus dihindari dari awal. Kalau teriak, memukul, menangis, apa salahnya? Untuk larangan yang memang anjuran dari awal, pakai kata "jangan" bukan hal yang gimana banget. Masih oke aja. Untuk apa menyalahkan kalimatnya kalau mindset-nya sama saja.
Kalau kalian tahu atau pengikut kajian rumah ilmu dr. Aisyah yang juga seorang ustadzah, bakal bertentangan dengan opiniku sih. Tapi bukan aku nggak setuju dengan beliau. Kajiannya beliau bagus banget. Aku suka. Dan butuh waktu banyak untuk mulai membiasakan mengubah kata-kata yang umum kita ucapkan dengan kata-kata yang betul-betul dipikirkan efeknya di otak anak. Di antara opiniku yang bersebrangan dengan ilmu yang beliau share ada kesamaannya yaitu soal "jujur". Ketika marah dan ingin melarang harus jujur. Katakan marah jika marah, nah melarangnya yang bakal beda.
Firlie NH
29 November 2019
Belum menikah dan tentunya belum punya anak, tapi udah 5 tahun terakhir momong bocah :')
Kalau opiniku, yang perlu diubah adalah mindset dari orang tuanya. Aku kurang peduli dengan kalimat positif atau negatif. Itu label saja. Jika mindset diubah, anak nggak banyak dilarang. Kalimat positif adalah kalimat larangan yang lebih baik secara verbal. Jadi bagi aku sama saja. Kenapa dilarang? Terlalu banyak melarang juga nggak wajar. Mengubah kalimat sama aja ah. Tanpa melarang sama sekali juga nggak mungkin. Ada bahaya yang nggak perlu dicoba ini bahaya alias harus dihindari dari awal. Kalau teriak, memukul, menangis, apa salahnya? Untuk larangan yang memang anjuran dari awal, pakai kata "jangan" bukan hal yang gimana banget. Masih oke aja. Untuk apa menyalahkan kalimatnya kalau mindset-nya sama saja.
Kalau kalian tahu atau pengikut kajian rumah ilmu dr. Aisyah yang juga seorang ustadzah, bakal bertentangan dengan opiniku sih. Tapi bukan aku nggak setuju dengan beliau. Kajiannya beliau bagus banget. Aku suka. Dan butuh waktu banyak untuk mulai membiasakan mengubah kata-kata yang umum kita ucapkan dengan kata-kata yang betul-betul dipikirkan efeknya di otak anak. Di antara opiniku yang bersebrangan dengan ilmu yang beliau share ada kesamaannya yaitu soal "jujur". Ketika marah dan ingin melarang harus jujur. Katakan marah jika marah, nah melarangnya yang bakal beda.
Firlie NH
29 November 2019
Belum menikah dan tentunya belum punya anak, tapi udah 5 tahun terakhir momong bocah :')
Komentar
Posting Komentar