ASCOLTATE #31 SOLO GITAR MENUTUP TAHUN DENGAN CIAMIK
Hari yang menyenangkan sekali, aku menutup hari ini dengan mengkonsumsi vitamin bergizi tinggi melalui menonton resital solo gitar program ASCOLTATE #31 di Pascasarjana ISI Yogyakarta. Sedikit cerita sebelum cerita tentang acara tersebut, aku sangat suka penampilan gitar klasik. Dulu saat masih sekolah, aku pernah ke ISI Yogyakarta untuk melihat tugas akhir mahasiswa gitar. Aku nggak kenal, datang saja. Juga pernah datang ke Resital 1 angkatan 2012 kalau tidak salah, penampilan pertama solo gitar, aku nggak kenal. Tapi karena sebagus itu, di akhir acara aku maju ke depan dan mengucapkan selamat. Aku pernah nonton konser Jubing. Ada seorang dosen gitar yang baru stem saja sudah keren sekali. Secara teknik, aku nggak tahu apa-apa soal gitar klasik. Suka dengan warna suaranya, penampilan, dan pembawaannya. Resital gitar sering membawa pengalaman musikalku menjadi merasa bahagia, kagum, dan ingin datang lagi siapapun gitarisnya. Itu tadi hanya sebagian kecil yang membuat aku kagum dengan gitar klasik. Sampai aku pernah diajak duet teman kuliah untuk tampil di acara komunitas gitar. HAPPY!
Balik ke ceritaku malam ini, ya. Beberapa hari lalu, lewat di timeline Instagram, poster ASCOLTATE #31. Ascoltate adalah program resital yang setahu aku dulu ada atas kerjasama Pascasarjana ISI Yogyyakarta dan Universitas Sanata Dharma. Sekitar tahun 2013 atau 2014. Dulu diadakan setiap akhir bulan, sejak setahun atau dua tahun terakhir berubah menjadi setiap dua bulan sekali. Tadi di poster tidak ada logo kampus Sadhar. Entahlah. Tahun ini ada beberapa program Ascoltate berupa solo gitar. Nggak semua aku tonton. Nggak ingat juga nonton berapa kali. Hehe. Karena aku baru pulang dari Madiun untuk resital di sana, pulang ingin mendengarkan permainan orang lain. Akhirnya aku beli tiket dengan menghubungi kontak di poster. Tanpa aku memperhatikan siapa gitarisnya. Bener dah. Aku baca namanya saja enggak.
Tibalah malam tadi. Lepas magrib aku meluncur ke Pascasarjana ISI Yogyakarta, mengambil tiket, dan duduk menunggu open gate. Di poster tertulis open gate pukul 19.00, tapi sepertinya molor sekitar tiga puluh menit. Duduk di sebuah kursi panjang, ada seorang ibu yang menyapaku dan bertanya apakah aku mahasiswa di situ. Aku jawab bukan. Kemudian ibu memperkenalkan diri sebagai ibu resitalis. Tanpa berpikir aku nyeplos tanya apakah anak beliau mahasiswa di situ. HAHAHA karena aku betul-betul tidak memperhatikan. Di otakku hanya "resital gitar" saja. Ternyata masnya dosen. Mardian Bagus Prakosa. Gitaris 27 tahun lulusan UNY S1 dan melanjutkan S2 di Spanyol, sekarang adalah dosen di ISI Yogyakarta. Sempat beberapa kali dengar cerita soal masnya, jujur saja aku emang nggak familiar.
Resital dimulai. Eh dibuka MC dulu tepat pukul 19.45 dilanjut sambutan oleh guru Mardian, pak Slamet Raharjo, gitaris yang bikin aku terkagum-kagum tiap tampil sejak masih stem. hehe. Sambutan beliau menjelaskan bahwa gitaris akan membawa kita ke musik beberapa era. Beliau bilang itu spesial. Opiniku, bukannya memang setiap resital sebaiknya disusun demikian? Aku kalau resital sering mempertimbangkan hal tersebut. Bukan hal yang spesial hehehehe.
Biasanya aku kritik MC. Aku suka dengan MC malam tadi. Namanya kalau tidak salah Tabita. Mahasiswi gitar. Bagus pelafalannya. Nggak belibet, nggak diformal-formalin, juga nggak buru-buru dalam menyampaikan semua. Kurang konsisten dalam menyebut acara tadi, "konser" atau "resital", juga menyebut "resitalis" atau "solois". Sepertinya bisa lebih asik kalau menggunakan kata yang konsisten walau itu bukan tulisan alias lisan. Dia membacakan repertoar karya yang dimainkan. Tidak perlu karena selain di buku program ada, Mardian menyampaikan sendiri beserta penjelasan/ sinopsis karya. Selebihnya dia bagus, tidak mengurangi mood-ku dalam menyaksikan Ascoltate #31.
Mardian memainkan tujuh karya. Ada yang transkrip dari biola dan piano; asli untuk gitar; dan duet dengan piano. Penampilan pertama, entah gimana, aku selalu merasa akor yang dimainkan selalu kurang naik dikit, tapi lama-lama enak. Telingaku apaan dah. Tapi rasanya sekitar 4-8 birama pertama bagiku semua kurang naik. Aku kurang paham soal bunyi gitar ternyata. hehehe. Pindah ke karya ke tiga, Mardian berhasil memberitahu aku (penonton) bahwa ini era yang berbeda, baik dari segi pembawaannya dan ekspresi bunyinya.
Masuk sesi kedua, terjadi lagi, akor berasa kurang naik, setelah beberapa saat, baru terdengar betul di telingaku. Ini aku sotoy karena nggak punya telinga yang bagus, atau karena memang perbedaan bunyi instrumen gesek yang aku mainkan setiap hari ya memang berbeda dengan gitar. Aku nggak tahu lho. haha.
Selanjutnya Mardian duet dengan pianis. Ini betul-betul pengalaman musikalku. Pertama kali dengar live duet gitar dan piano. Kalo live biasanya gitar duet dengan gitar juga, biola, atau cello. Ternyata bunyinya seru. Tapi Mardian tidak stem dengan piano dan betul, bunyinya nggak sama. Ada satu main open string gitar di senar paling rendah, E, itu fals, jadi steman mereka belum sama. Banyak unisono melodi atau basnya yang terdengar beda gitu.
Karya terakhir dan encore, asik dan romantis.
Selamat mas Mardian. keren sekali penampilannya. Sebagai awam gitar, aku tahu sih kalau artikulasi setiap main cepat seringkali kurang jelas. Entah bunyinya tidak jelas, atau tidak termainkan. Kalau cepat di nada tinggi bunyinya ketara juga. Aku sotoy maap. Aku main cello malah fals, kadang di panggung panik, stem aja nggak bisa. Hehehehe
Intinya keren ah keren banget! bunyinya bagus. Berhasil membawakan karya berbagai era dengan jelas sehingga kami penonton tahu. Itu sulit banget. Penjelasan karya selalu bagus. Berasa kuliah tadi, terstruktur bahasa dan urutan kalimatnya.
Oiya, buku programnya keren sekali juga! Saat duduk masuk di concert hall, aku baca secara saksama. Profil ditulis tanpa bertele-tele dan bagus. Kami tetap sadar bahwa dia keren. hehehe. Profil singkat, jelas, dan keren. Ascoltate seringkali menulis sebuah kata pengantar (kayak buku gitu), dari seorang yang berkomentar tentang resital tersebut. Ada tulisan pak Ovan tadi. Keren. Menginspirasi aku untuk bisa minta pendapat orang lain yang tahu (atau aku kasih tahu) tentang resital yang aku buat dan aku tulis di buku program. PENGEN BANGET! Kritiknya ada juga. Dia tidak menuliskan nama maupun profil pianis yang diajak duet. Bahkan aku nggak ingat siapa namanya. Menurutku itu penting.
Biasanya, Ascoltate gratis. Kali ini ada HTM 15000. Entah baru pertama atau tidak. Tapi aku sangat setuju. Setuju konser gratis dihilangkan. Hehehe.
Selamat Ascoltate menutup 2019 dengan penampilan ciamik dari Mardian Bagus Prakosa!
Sampai ketemu tahun depan. Sukses selalu :)
Firlie NH
19 Desember 2019
Komentar
Posting Komentar