Nostalgia Ulang Tahun ke Dua Puluh

Salah satu pengalaman tidak terlupakan di hidup saya adalah hari ulang tahun saya yang ke dua puluh. Tahun 2013 lalu, saya masih menjadi mahasiswi aktif tingkat tiga di sebuah institut seni, jurusan musik. Bersama sekitar puluhan teman lain, kami bergabung dalam sebuah grup, string orchestra, datang jauh-jauh dari Yogyakarta ke Bandung untuk mengikuti sebuah music camp dengan tutor musisi asal Prancis. Classicorp hampir secara rutin setiap tahun mengadakan kegiatan bertemakan musik klasik dengan mendatangkan musisi-musisi hebat asal luar negeri. Kegiatan ini dirintis oleh almarhumah Mutia Dharma. Tahun 2013 adalah tahun kedua saya mengikuti kegiatan ini (seharusnya).

Seperti biasa kami berangkat ke Bandung naik kereta. Beberapa hari sebelumnya, saya demam tinggi. Takut sekali saya batal ikut music camp. Di hari keberangkatan, pagi harinya saya masih demam tetapi semakin menuju sore saya merasa lebih baik. Malam harinya saya memutuskan tetap berangkat karena sudah merasa enakan. Bapak berulang kali menanyakan, apakah saya betul-betul ingin tetap berangkat dengan kondisi seperti itu. Saya jawab, "Iya, ini sudah enakan kok, pak."

Di perjalanan, bekal air mineral saya sudah habis, tapi badan mulai merasakan tidak enak lagi. Lemas. Dibantu teman, saya dibelikan air mineral dari pedagang yang suka mendekat ke kereta saat berhenti sebentar di stasiun. Tahun segitu, pedagang asongan masih bisa masuk ke stasiun dengan bebas untuk menjajakan dagangannya. 

Sampainya di Bandung, kami nyarter angkot untuk menuju penginapan. Sampai di penginapan, kondisi saya tak membaik juga. Bahkan kepala saya sakit sekali. Seumur hidup, itu adalah momen kepala sakit terparah. Kondisinya semua ingin istirahat karena perjalanan dengan kereta ekonomi memang melelahkan. Sedikit-sedikit saya mengeluh kepala sakit. Teman saya berulang kali menyarankan saya untuk minum air mineral yang banyak agar racun di tubuh bisa keluar melalui kencing. Sampai merasa sudah tidak kuat lagi, saya menghubungi sepupu yang tinggal di Bandung.

Singkat cerita saya sudah berada di salah satu rumah sakit sambil menangis setelah hasil cek laboratorium sudah keluar. Sampel darah yang dites menunjukkan trombosit rendah yang artinya saya terkena demam berdarah dan harus dirawat. Saya menangis sambil memikirkan bagaimana music camp-nya. Sepupu saya bilang, "Sudah nggak apa-apa. Kamu harus sembuh dulu."

Bapak dan ibu segera diberi kabar dan sempat meminta saya untuk pulang dan dirawat di Jogja saja. Saya tidak sanggup. Mereka segera membeli tiket kereta dan berangkat ke Bandung.

Masih menyimpan harapan dalam waktu tiga hari saya bisa sembuh kemudian bisa bergabung music camp dan mengikuti konsernya. Tapi rasa-rasanya sulit untuk terjadi.

Kebetulan rumah sakit berada satu jalan dengan penginapan dan tempat music camp-nya. Hampir setiap hari teman-teman datang menjenguk saya. Jam pulang mereka bersamaan dengan jam besuk sore di rumah sakit. Di satu sisi sedih karena tidak bisa mengikuti music camp, di sisi yang lain senang bisa merasakan betapa perhatian dan sayang teman-teman kepada saya.

Bapak dan ibu sering gabut. Mereka bilang, di jam besuk kamar lain dikunjungi banyak orang sedangkan kamar saya tidak. Ya iya ini Bandung bukan kota kami sendiri. Tapi, sepupu, om dan tante juga rajin merawat saya. Mereka baik sekali. Saat orang tua saya sudah tiba di Bandung saja mereka masih selalu membawa banyak keperluan untuk kesembuhan saya seperti sari kurma dan jus jambu. Apalagi saat orang tua saya belum tiba, mereka betul-betul menjaga saya. Tanpa mereka sudahlah waktu itu saya nggak bisa apa-apa.

Sakit dan opname di kota orang dalam kondisi mau belajar singkat, bukan merantau, rasanya luar biasa. Bikin sadar kalau orang-orang di sekitar saya sangat baik.

Tidak begitu ingat kasus persisnya seperti apa, tapi saya sempat merasa mendapat pelayanan yang buruk. Setiap saya kumat, aing-aing, perawat selalu saya marahin karena obat yang diberikan ke saya kok rasa-rasanya tidak meredakan apapun. Ibu saya bilang tidak boleh sampai marah begitu walau orang tua saya juga merasa sepertinya keluhan saya tidak segera teratasi. Kalau tidak salah, dokter yang menangani saya bukan dokter spesialis. Saya kurang paham sih sebetulnya dokter spesialis atau bukan untuk menangani pasien demam berdarah. Akhirnya mereka mengganti dokter yang menangani saya dengan dokter spesialis. Spesialis apa gitu aja saya nggak tahu. Hahahaha. Karena ada kejadian saya marah-marah, mereka lebih sigap setiap saya mengeluh dan lebih cepat mengontak dokter untuk segera memberi obat ke saya. Selama tujuh hari saya merasakan fase-fase mengerikan yang membuat saya bisa kasar kepada banyak pihak.

Di antara tujuh hari tersebut di tengah-tengahnya ada hari ulang tahun saya. Buat saya hari ulang tahun itu penting nggak penting. Tapi masa-masa itu saya sering meminta dibelikan kue ulang tahun dan ingin tiup lilin. Tidak selalu sih tapi beberapa tahun terakhir saya selalu tiup lilin. Entah gimana ceritanya kok saya tetap minta kue ulang tahun saat saya sedang dirawat di Bandung. hehehe. Ada toko kue di dekat rumah sakit. Bapak ibu pergi keluar dan kembali dengan membawa kue ulang tahun berukuran besar. Itu sudah malam. Hari itu teman-teman saya tidak berkunjung. Ya sudah, saya akan tiup lilin dengan bapak ibuk dan keluarga saya yang tinggal di Bandung. Tiba-tiba terdengar lagu "Happy Birthday" yang dimainkan dengan biola dan sudah pasti itu teman saya. Mana mainnya bagus banget, mas Yayan. Terharu sekali sangat nggak menyangka. Aku berulang tahun dengan kondisi yang nggak akan pernah sama lagi situasinya di lain tahun. Mereka bawa kue ulang tahun yang sama persis dengan pilihan bapak ibu. Seneng banget banget banget. Terima kasih banyak :)

NgayogStringkarta
(Sumber: facebook Firlie Ni'mah Husnayain)

Cello NgayogStringkarta
(Sumber: facebook Firlie Ni'mah Husnayain)


Firlie NH
28 Juni 2020

Komentar

Banyak dibaca