AGREE TO DISAGREE

Bukan pertama kalinya sebut dan bahas soal "agree to disagree". Itu apa? Ya tinggal diterjemahkan saja. "Setuju untuk tidak setuju". Maksudnya gimana? ya setuju untuk tidak setuju, nggak ada yang lain lagi. Menurut saya "agree to disagree" adalah salah satu cara untuk menjadi "manusia". Mengapa? Karena pada dasarnya manusia diciptakan berbeda satu sama lain, masing-masing punya keistimewaan juga kelemahan. Makanya sesuatu yang berbeda adalah hal yang biasa. "Agree to disagree" adalah salah satu tindakan yang (menurut saya) asik untuk diambil dalam menyikapi perbedaan. 

Istilah tersebut pertama kali saya dengar dari Pandji Pragiwaksono, seorang stand up comedy-an yang juga punya banyak konten di kanal YouTube-nya jadi nggak melulu soal komedi, makanya ada aja tiba-tiba bahas ke situ. Kalau orang di sekeliling saya tahu kalau saya emang suka dengan Pandji Pragiwaksono, mungkin bakal bosan dan bilang "dia lagi, dia lagi". Tapi jujur saja ini tuh penting banget (menurut saya, sih), makanya prinsip ini saya pahami dan gunakan sampai saat ini. 

Pernah ada di situasi diskusi antara dua pendapat tentunya. Diskusi santai sambil belajar. Tapi sepertinya ada pihak yang menunggu lawan diskusinya, "Iya, ya, saya setuju dengan kamu. Pendapat saya sebelumnya nggak tepat ya ternyata". Jadi ketika ada pihak seberang dia mengatakan "setuju" ditambah penjelasan yang diawali dengan "tapi" sebagai ungkapan dia mengiyakan pendapat lawan diskusinya tanpa mau mengubah opininya karena punya alasan tersendiri, menjadi hal yang tidak disukai. Padahal itu sangat wajar. Terkadang situasi yang lawan malah ngotot bikin saya menyudahi diskusi sepihak dengan tidak mengutarakan opini saya. Diskusi berubah menjadi hambar. 

Selain diskusi, banyak situasi yang menciptakan orang satu sama lain punya banyak opini. Udah saatnya untuk menerima pendapat orang lain. Baik buruk di mata kita akan sulit untuk disamaratakan. Jadi yaudah lah. Saya yang seringkali abu-abu bahkan sulit untuk memihak, sering ada di tengah karena di satu sisi nggak seutuhnya saya setuju dan di sisi yang lain juga begitu. Ambil contoh, konten seseorang telah berdampak menjadi viral dan dikritik banyak pihak karena dianggap negatif. Ada orang lain lagi yang membuat konten sebagai wujud ketidakberpihakan atau kritik dengan konten sebelumnya. Yang harus disadari bahwa konten yang berisi kritik ini juga harus siap dengan pihak lain lagi yang mengkritik soal ketidakberpihakannya. Sering kali, yang tampak diekspos hanya ada kubu pembuat viral (salah) dan kubu kritik (benar). Padahal nggak bisa selesai di situ. Justru pada akhirnya pihak pengkritik malah menolak kritik hanya karena merasa benar. Saya sebal dengan situasi itu. Tapi saya juga harus berdamai bahwa situasinya memang demikian. 

Situasi lain yang menjadi pemicu "agree to disagree" penting bagi saya ketika orang-orang mengkampanyekan "toleransi" itu malah bikin saya merasa orang-orang yang menganggap dirinya punya rasa "toleransi" bakal beda tipis banget dengan "intoleransi". Ketika ada pihak, misalnya sekelompok orang yang fanatik terhadap agama mereka, melakukan kesalahan yaitu mengejek atau melecehkan agama lain (tentu itu salah), orang-orang yang merasa punya toleransi menjadikannya ajang untuk mengejek-ejek agama tertentu yang menurut saya di situ sisi intoleransi mereka muncul. Bisa saja salah. Tapi merasa benar "ra masyuk" kalau buat alasan menginjak-injak pihak lain. 

"Open minded", orang-orang yang merasa dirinya open minded bakal beda tipis dengan yang tidak, jika mereka dihadapkan dengan orang-orang yang mereka anggap tidak open minded dan mereka pojokkan. Nggak gitu caranya, bro.

Makanya, bagi saya "agree to disagree" tuh sepenting itu. Kita bisa berusaha selalu memposisikan sebagai orang yang paham dengan pendapat orang lain tanpa kita harus berada di pihak sana. Kita nggak setuju, mengkritik, sah. Ada orang lain nggak setuju dengan kita, dikritik, ya jangan ngambek. Kalau kata mas Adji Santosoputro, (kurang lebih kalimatnya gini) yang sekarang kita yakini benar belum tentu benar di masa yang akan datang, yang dulu kita yakini salah belum tentu salah di masa sekarang. 


Firlie NH

21 Austus 2020

Komentar

Banyak dibaca