DIARY ORANG MUAL, ANJAY~
Nggak nyangka, baru tiga hari aku udah balik lagi ke sini untuk nulis. Mungkin karena saking sepinya ni jualan. Sudah aku ceritakan perihal usaha jus yang sepi di tulisan sebelumnya. Nggak malu, tapi ya jangan dikasihani juga, ya. Sebenarnya ada ekspektasi lebih tinggi dari pada yang terjadi saat ini, tapi manut Alloh aja aku. Kami nggak patah semangat, langsung sat set mempersiapkan ikhtiar lainnya dengan buka angkringan. Anyway, kalau aku menyadari sendiri, aku yang lulusan S2 ini, bahkan belum lama ditawari untuk mengajar di salah satu kampus di Jogja, heran juga aku memilih jalan ini. Tapi nggak nyesel. Waktu itu, mas Yanuar, suamiku, bertanya sekali lagi, "Lha kamu itu sebenernya gimana? Pengen atau enggak?". Aku jawab, "Dari lubuk hatiku yang terdalam, aku memang tidak ingin ambil kesempatan itu". Dari obrolan itulah, kami mulai ngobrol lagi, aku ceritakan kenapa ada situasi-situasi yang bagus (aku memberikan beberapa contoh lain) yang mampir ke aku, tapi nggak bisa semua aku ambil. Suamiku mengerti. Yang pada intinya, kesempatan yang bagus atau tidak secara umum di mata masyarakat itu nggak bisa disamaratakan. Ada cerita menarik, tapi emang bakal "ke mana-mana", sih. Ada momen aku ngobrol sama omku, adik ibuku, yang beliau kaya raya sukses sebagai pengusaha. Bagi beliau itu anak-anaknya menikah sama pasangan dengan profesi apa saja nggak masalah. Bahkan "cuma" PNS pun nggak apa-apa. Cuma nggak tuhhhh... Di luaran sana ketika banyak orang tua yang mendamba punya menantu PNS, bagi omku, PNS tidak menarik. Ini bukan menganggap rendah PNS tapi ini salah satu contoh, kalau pekerjaan bagus bagi satu dan lain pihak tidak bisa disamaratakan.
Lanjut deh, kami sedang persiapan buka angkringan hihihi...
Emang angkringan hasilnya gede? Ya nggak tau ya hahahaha... warung ibuk mertuaku, laris banget di malam hari sampai subuh, siapa yang berjualan? ya suamiku, yang sekarang sudah diambil alih kakak iparku. Tapi ini kami nggak jualan sampai subuh, kami sedang sama-sama perbaikan kesehatan soalnya. Eh, ya gitu, besar harapan untuk bisa jadi angkringan yang nggak kalah laris sama milik ibuk. Ekspektasi lagiiii.. ekspektasi lagi... Emang! haha. Bohong lah kalau bilang manusia nggak ada ekspektasi. Tapi, ya ada plan untuk kemungkinan terburuk. Kemungkinan terburuk nomor satu adalah uang tabungan yang habis. Selanjutnya mau melakukan apa, ada di kepala. Aku manusia biasa, yang kadang kala nanti sore udah bisa makan saja sudah ayem, ada kalanya sering kepikiran "duh, kalo gagal gimana? nyoba apa lagi, nih?". Fakta kalau yang hidup lebih susah juga banyak. Mungkin kata Alloh, "Halah belum apa-apa itu!" hahahaha.
Ini sedang di rumah sendiri. Suamiku sedang ke Jogja untuk mengambil beberapa barang keperluan jualan. Ibuku dulu pernah buka warung, jadi cukup banyak barang yang bisa digunakan kami. Sambil mual-mual. Mual terossss. Dulu aku kira mual ini sesaat aja. Ternyata awet banget sampai sekarang. Nggak ngerti deh, kelaparan mual, kekenyangan mual, lihat makanan yang sama berulang kali ikut mual. Nggak bisa cium bau sabun cuci piring dan cuci tangan. Mualku tidak sampai muntah. Mual ya mual.. Mual pokoknya. hahahaha.
Aku jadi ingin udahan nulisnya karena mual.. huhuhu..
Rebahan dulu yeee...
Komentar
Posting Komentar