KELOLA UANG VERSI AKU
Tidak terasa, pernikahanku sudah berjalan satu setengah tahun. Terasa. Masa tidak terasa. hehe
Salah satu hal yang menarik dari pernikahan menurutku adalah pengelolaan keuangan keluarga.
Seperti yang aku ceritakan di tulisanku sebelumnya, aku dan suami sedang memulai usaha baru. Dimulai sejak habis lebaran. Kira-kira sudah berjalan lima bulan ini. Balik modal jelas belum, tapi lumayan bisa untuk kami hidup. Kami masih ada di "struggle mode" tapi nggak papa, masih oke, masih lancar, dan masih gemuk hehe. Alhamdulillah.
Pernikahan kalian pengelolaan keuangan keluarganya kayak gimana?
Sebetulnya pengelolaan keuangan udah aku mulai sejak belum menikah, sih. Karena aku punya usaha Cookielie Cookies, aku sudah mulai biasakan kelola uang, yang terpenting adalah pemisahan uang pribadi dan uang usaha. Pernah mengikuti sekolah UMKM selama satu tahun yang diadakan kerjasama 'Aisyiyah, Kopernik Japan, dan Jica, membuat pengelolaan keuanganku jadi satu step lebih matang dari sebelumnya. Nggak persis sama yang diajarkan, tapi secara prinsip bagiku sudah cukup untuk saat ini.
BASIC PENGELOLAAN KEUANGAN
Waktu sekolah UMKM, prinsipnya adalah pemisahan uang pribadi dan uang usaha. Sekecil apapun usaha kita. Mau kita single atau menikah. Pada waktu itu, trainer fokus ke pemisahan keuangan keluarga dan usaha, tapi karena waktu itu aku belum menikah, bisa-bisa aja kok aku aplikasikan. Yang paling pertama itu ditulis, (1) harta yang kita punya itu apa aja. Bikin tabel, kalo aku pakai spreadsheet, bisa pakai excel atau apa aja deh. (2) Pendapatan kita. Buat aku yang pendapatannya non bulanan, alias per projek, ya dikira-kira dulu. (3) Kebutuhan bulanan. (4) Kebutuhan tahunan.
Uang usaha kudu dipisah. Kalau mau ambil dari profit yang kita dapat, ada caranya bukan asal ambil gitu aja. Usaha kecil, belum punya karyawan, tetep ada gaji ke diri kita sendiri di luar profit. Makanya diajarin cara hitung HPP (Harga Pokok Penjualan) yang bener buat mastiin kita untung atau enggak, bisa menggaji diri kita sendiri atau enggak. Sejak itu, dari Cookielie Cookies aku bisa tahu profit berapa, gajiku berapa. Sekecil apapun omset, itu ada nilainya.
PENGELOLAAN KEUANGAN KELUARGA (versi aku)
Sebagai seorang muslim, dasar dari keuangan/harta keluarga nih cukup simpel nggak, sih? Kepemilikan, hak dan kewajiban. Nggak lagi bahas warisan ya, soalnya itu udah pasti nggak simpel, perkara anak laki-laki dan perempuan aja udah beda jatah.
Laki-laki dan perempuan yang menikah, harta yang dimiliki masing-masing sebelum pernikahan adalah masih milik masing-masing. Sedangkan harta yang dimiliki setelah menikah, berapapun jumlahnya adalah harta bersama. Mau lebih banyak pendapatan istripun, ya itu masuk harta bersama yang kelak ada perpisahan atau ada yang meninggal duluan, apalagi punya anak, semua udah ada tata cara pembagiannya sendiri atau disebut harta gono gini. Bukan asal dibagi rata.
Yang ku terapkan di pernikahanku mungkin bisa dibilang sedikit berbeda. Bukan dengan maksud tidak sesuai syariat, tapi kami memilih seperti ini. Setelah masing-masing tahu harta bawaan, (plis jangan anggap tabu untuk saling tahu harta masing-masing bahkan sebelum resmi menikah karena itu penting banget, kenapa? karena kita bisa nyiapin atau merancang ke depan bagaimana akan mendapat dan atau mengelola keuangan keluarga) punya hutang enggak, cicilan enggak. Aku dan suami punya 3 dompet. Dompet suami, dompet istri, dan dompet bersama, yang lebih sering kami sebut "dompet negara".
Di awal pernikahan, aku masih bekerja yang digaji per projek, persewaan barang, dan usaha Cookielie Cookies dengan homebase di Jogja masih lebih lancar penjualannya dari pada saat ini. Semua penghasilanku adalah masuk dompet istri. Aku selalu cerita ke suami, untuk projek/job ini itu pendapatannya berapa, aku akan menabung dalam bentuk apa, dan akan memasukkan ke "dompet negara" berapa. Serba diskusi tapi suami jarang banget menginterupsi keinginanku. Itu penghasilan setelah pernikahan alias hak bersama tapi masuk dompet istri. Emang nggak papa? Menurutku nggak papa, karena di awal suami udah tahu dululan hartaku yang sebelum menikah yang mana. Jadi ini sebenernya hak bersama tapi ada di dompet istri yang secara penggunaan lebih bebas di tangan istri tapi tetap dengan izin suami gitu deh. nyengir hehe
Di awal pernikahan, suamiku pemasukan dari gaji penjualan warungnya sendiri, warung keluarga, sih. Warung yang dikelola keluarga yang bukanya hampir 24 jam, yang kalau pakai istilah untuk memudahkan, suamiku managernya. Untuk operasional, ibu mertua/mamak bertugas untuk warung di siang hari dan suami bertugas untuk warung di malam hari. Omset di malam hari itu sekitar 3-4 kali lipat omset siang. Jadi, suamiku bisa dibilang krusial banget untuk warung keluarga ini. Aku bantuin kok, setelah menikah aku ikut di dalamnya. Aku belajar banyak selama setahun ikut di rumah mamak :) Aku tahu omset hariannya kisaran berapa, terus mas ambil gaji hampir selalu stabil segitu. Kemudian dari gaji hariannya, 30% masuk dompet suami dan 70% masuk "dompet negara". Kebutuhan pribadi suami itu aku udah nggak atur. Kadang dari 30% itu suami masih bisa nraktir aku atau beliin barang tertentu.
"Dompet negara" diisi dari penghasilan 70% harian suami dan penghasilan per projek istri (tentatif).
Aku yang kelola, untuk apa saja uang tersebut. Kebutuhan, tabungan, dll. Beberapa bulan ke depan mau ada kebutuhan apa, aku atur, nabungnya perlahan. Bahkan dari awal nikah, kami punya tabungan "aqiqah anak", hamil aja belum, tapi itu cocok banget untuk model gajian suami yang harian. Cuma diri kita sendiri yang bisa nentuin atau milih mau mengelola duit yang ada dengan cara apa. Intinya dikelola. Aku nggak relate sama "ntar ada aja rejekinya". Bener Alloh bakal ngasih rejeki terus, tapi sebagai manusia, kelola uang itu salah satu bentuk ikhtiar dan syukur atas rejeki dan keberkahan yang Alloh kasih. Termasuk kita bisa atur seberapa banyak untuk kita sedekahkan, kasih orang tua, dll.
PENGELOLAAN KEUANGAN KELUARGAKU SETELAH GANTI PEKERJAAN
Sekitar setengah tahun pernikahan, yang tadinya masih nanti-nanti untuk tinggal terpisah dengan orang tua, pembicaraan itu dimulai. Sebenernya aku agak lupa awalnya gimana, seingetku aku cuma mau mindahin dapur Cookielie Cookies dari Jogja ke Purworejo. Tapi merembetnya ke mana-mana dan opsinya buanyak banget. Diskusi dan pertimbangan yang panjang, kami mau ngontrak setelah lebaran 2025, udah nentuin usaha karena kalau misah dari rumah mamak tapi tetep kerja di sana, aku rasa mandirinya kurang totalitas. Projek yang aku kerjakan di Jogja aku akhiri di beberapa bulan sebelum pindah. Mengkonsep usaha, budgeting, dll. Jujur budgeting-nya kala itu kacau banget. Soalnya akhirnya kami nggak punya cukup uang dan keberanian buat ambil buah banyak. Buah sejuta tu cuma seuplik, sedangkan resikonya gede banget. Iya, usaha yang dikonsep pertama itu jus & buah musiman. Ngulik buah juga nggak dapet-dapet. Nggak cuma pas-pasan modal tapi juga pas-pasan pengetahuan.
Oversharing dikit tapi mau jelasin situasinya. Kami menghabiskan 45 juta rupiah sebagai awal modal memisahkan diri, mandiri, dan memulai "struggle mode". 15 juta rupiah aku ditransfer bapak tanpa aku minta tentunya, 5 juta rupiah aku dikasih masku pun aku nggak minta, -hamdalah rejeki support yang luar biasa- , yang 25 juta dari pencairan depositoku dan sedikit tabungan selama setahun kami menikah.
Kami mengontrak tanah milik desa selama tiga tahun. Sudah ada bangunan yang harus kami beli dari penyewa tanah sebelumnya. Sayangnya belum ada listrik, air, dan kamar mandi. Itu sih, yang paling memakan biaya. Tapi sudah melalui pertimbangan yang panjang, bismilah kita jalani.
Suami sudah meninggalkan jualan warung keluarga dan aku sudah meninggalkan semua projek (read: sumber pendapatan), menyisakan Cookielie Cookies yang tentunya meraba-raba lagi setelah pindah dapur, usaha jus dan buah kami berjalan satu setengah bulan dengan kacau balau. Dompet suami kosong, dompet istri berusaha mengamankan, "dompet negara" udah tinggal dompetnya aja HAHAHA. Aku masih punya deposito yang belum aku cairin, tapi nggak berani dihabiskan saat itu juga, resikonya terlalu tinggi jika terjadi hal yang buruk bertubi-tubi. Bukan ndak percaya Gusti Alloh, lagi-lagi ini soal ikhtiarnya seorang manusia, semua diperhitungkan dan dipertimbangkan.
Beberapa bulan kami nggak bisa nabung. Tabungan yang udah biasa aku plot mulai dari aqiqoh anak, liburan, lebaran, kondangan, dll.
Punya basic perwarungan udah cukup kuat dari suami. Aku modal bisa masak basic dan udah bantu warung keluarga mas selama setahun. Kami memutuskan untuk buka angkringan. Jus tetep jalan, buat buah ntar dulu. Empat bulan angkringan berjalan, buat balikin 45 juta yang udah keluar masih jauh. Kami masih ada di "struggle mode". Alhamdulillah udah bisa mulai nabung. Akhirnya aku mau bahas kelola uang di "struggle mode" ini....
Pemasukan satu arah dari angkringan, jualan Cookielie Cookies nggak seberapa, nggak ke mana-mana dari dompet istri. Aku ada harapan, angkringan ini bisa mengisi dompet suami dan dompet istri, selain "dompet negara". Nyatanya belum bisa, kita kelola yang bisa-bisa aja. 25% omset masuk ke "dompet negara". Belanja angkringan hari berikutnya diusahakan tidak lebih dari 75% omset hari sebelumnya. Uang angkringan JELAS dong dipisah hihihi. 25% yang belum seberapa ini, dengan jam terbangku sebagai menteri keuangan (wqwq) harus bisa nabung. Aku nggak detail menjelaskan soal tabungan di tahun pertama, udah nggak hafal soalnya. Dulu ada tabungan bulanan untuk study tour adik dan selametan 2 tahun almarhum bapak mertua. "Struggle mode" ini fokus dulu bener-bener untuk kami aja. Ada tabungan syukuran empat bulanan kehamilan (lulus alhamdulillah haha), syukuran tujuh bulanan kehamilan (lulus juga hore), aqiqoh anak (nominalnya udah ditambah dari tahun pertama menikah karena hari sudah dekat), perlengkapan bayi, USG bulanan, kondangan (tentatif ini, Oktober budget ini banyak banget haha), lebaran, dan tempat tinggal. Buat kebutuhan bulanan ada budget BPJS, wifi, pulsa, obat-obatan, kebutuhan badan, jajan, dll.
PENGELOLAAN KEUANGAN USAHA KAMI (Read: angkringan)
Dengan hasil yang belum seberapa ini, kasih kendor dulu ya, jangan cepet-cepet woy 45 juta cepet balik! Vertigo entar hih.
Aturan yang aku bikin sendiri buat angkringan nih dinamis, namanya juga baru empat bulan. Selain belanja diusahakan nggak lebih dari 75% omset hari sebelumnya, ada NABUNG A dan NABUNG B. NABUNG A ini pas ada sisa tapi masih aman gitu untuk ditabung. Nominalnya enggak diatur, bisa aja 0 rupiah atau sampai berapapun. NABUNG B ada nominal yang wajib tapi nominalnya kecil. Jadi ada angsuran tiga bulan ini yang harus kami penuhi, upgrade penanak nasi hehehehe. Bisa beli tunai tapi milih uang untuk beli tunainya untuk perputaran uang usaha yang lebih aman.
Bensin, listrik, dan makan adalah tiga pengeluaran yang secara penggunaan antara usaha dan non usaha tu nyampur tapi ditanggung usaha. Jadi di poin kelola keuangan keluargaku sebelumnya ndak ada tiga poin kebutuhan tersebut, ya!
Intinya, penghasilan harian ini penyesuaikan kelolanya perlu diperhatikan. Kalau dibaca lagi, aku sering mengandalkan tabungan baik harian atau bulanan yang sifatnya "ancang-ancang" (bahasa Indonesianya apa, sih?). Karena ada kalanya harus tutup mendadak karena halangan sesuatu.
PENCATATAN PENGELOLAAN KEUANGAN
Kalau di sekolah UMKM dulu, kami dibekali software untuk keuangan usaha. Tapi ada poin-poin tertentu yang sangat memakan waktu dalam memasukkan datanya. Hasilnya bagus sampai ada neracanya. Aku milih pakai spreadsheet untuk keuangan angkringan, waktu sekolah UMKM ini diberi istilah "semi manual". Manual, tapi dicatat secara online.
Satu bulan, satu sheet. Dalam satu sheet itu ada dua tabel. Tabel 1: tanggal, pemasukan, dan detail belanja. Ini semacam buku kas buat lihat uangnya saat ini ada berapa. Tabel 2: tanggal, pemasukan, pengeluaran, profit yang diambil, NABUNG A, dan NABUNG B. Tabel 2 bagian bawah ada jumlah, rata-rata, nilai tertinggi, nilai terendah, dan juga jumlah libur/tutup dalam satu bulan. Tabel 2 lebih ke ngukur atau evaluasi aja gitu. Semua ini pakai rumus dasar spreadsheet, kok.
Kalau kelola keuangan keluarga, dulu aku juga pakai spreadsheet tapi sekarang aku ubah di catatan hp jadi jauh sederhana karena udah merasa cukup aja.
KESIMPULAN (buat aku sendiri wqwq)
Aku happy menjalani kelola uang dengan versi aku. Nggak pandang nominal sekecil apapun, seenggaknya kalau duitnya besok udah bener-bener banyak, kebiasaan keteraturan ini akan memudahkan segalanya.
"Struggle mode" ku nggak terlalu panik tauk, Insya Alloh segala sesuatunya, segala keterbatasan saat ini, jadi ikhtiar paling nikmat.
NB: Maaf banget kalau dengan nominal yang aku sebut bikin yang baca nggak nyaman. Nominal nggak seberapa buat modal usaha tapi diumbar.


Komentar
Posting Komentar