Review Buku PERSISTEN Pandji Pragiwaksono & Muhammad Husnil

Hai! Selamat datang kembali di blog Firlie NH. Kali ini aku akan review buku berjudul PERSISTEN karya Pandi Pragiwaksono dan Muhammad Husnil. Judul lengkapnya adalah PERSISTEN Kisah Nyata di Balik Perjuangan Orang Indonesia Pertama yang Menjalankan Tur Dunia. Pandji Pragiwaksono yang bercerita, Muhammad Husnil yang merangkai kata-kata yang juga masih ditambah bang Pandji.


PERSISTEN adalah buku kedua dari bang Pandji yang aku baca. Aku memang cenderung baru sebagai penikmat karya khususnya buku. Buku yang pertama adalah SEPTICTANK, itupun aku dapat secara gratis dari special show yang bang Pandji buat di Jogja dengan tajuk sama dengan judul buku. Aku akan sedikit membandingkan dengan buku itu dari sudut pandang keasyikan aja sih hehehe.
PERSISTEN merupakan buku terbitan tahun 2017. Di sampul tertulis cetakan pertama. Ini sudah 2019. Oh, haha nggak banyak yang tertarik baca nih bang? Jujur aja aku juga tidak begitu tertarik sebetulnya untuk membaca karya bang Pandji. Alasannya apa aku juga tidak tahu. Karena saat SEPTICTANK sudah ada buku di tangan dan aku baca begitu saja. Ternyata asik banget. Seru sekali menyimak perjalanan bang Pandji. Sebagai follower dan subscriber, entah gimana, seru sekali menyimak setiap kali yang disampaikan bang Pandji. Nggak ada bosen-bosennya gitu. Entah daya tarik apa. Aku sudah pernah review SEPTICTANK https://firlienh.blogspot.com/2019/04/review-buku-septictank-pandji.html
PERSISTEN adalah buku ke 8, kalau komik DEGALINGS dihitung. SEPTICTANK (2019) buku ke sembilan. Di SETICTANK, bang Pandji secara mengalir menceritakan pengalamnnya nyemplung ke kolam politik, jadi bahasa yang digunakan adalah “saya”. Nah, ini perbedaan dengan PERSISTEN yang kata-katanya dirangkai oleh Muhammad Husnil. Husnil sebagai pihak ketiga (kalau pihak satunya bang Pandji dan pihak duanya tim) yang secara mengalir menceritakan perjalanan bang Pandji dan tim saat tur dunia. Secara pribadi aku lebih senang membaca dengan situasi bang Pandi berkata “saya”, tapi karena buku ini memunculkan beberapa opini para tim dan juga ada sudut pandang tim ketika melihat bang Pandji serta beberapa pujian untuk usaha bang Pandji, keputusan yang pas untuk menggunakan co-writer. Gokil mantap. Saat buku ini ditulis, bang Pandji telah menyelesaikan tur dunia ke duanya bertajuk Juru Bicara (JBWT) setelah tur dunia pertamanya bertajuk Mesakke Bangsaku (MBWT).
Sebetulnya kalimat yang digunakan penulis pada bagian awal itu cenderung membosankan bagi aku sebagai pembaca yang nggak sabaran. Padahal setelah aku selesai membaca aku sadar bahwa itu dinamika penulisan. Masa mau tiba-tiba klimaks. Jadi karena aku tidak sabar, aku merasa penulis bertele-tele. Tapi berhasil dalam membangun dinamika penulisan. Bahasanya ringan, dinamika emosi semakin ke belakang semakin seru dan sulit berhenti bacanya. Aku beli buku ini di hari Senin, aku mulai baca di hari Selasa dan  Rabu sudah selesai. “Yah, kok udah sih?” gitu kurang lebih yang aku rasakan. Seperti yang aku sebutkan sebelumnya, cerita bang Pandji selalu asik untuk disimak.
PERSISTEN memunculkan bit-bit bang Pandji selama tur dunia yang sering dicap materi yang “berat” tapi ada puch line-nya. Tapi karena aku membacanya sekarang yang sudah hafal dengan bit-bit itu, jadi ini seperti membaca suatu informasi dan motivasi, bukan sebagai jokes. Iya, aku tidak tertawa. Tapi di buku ini pula dibahas di balik dari bit-bit itu. Sebagai penikmat karya stand up comedy bang Pandji, rasanya itu, “Oh, cerita itu berasal dari ini.” “Oh, waktu itu situasinya seperti itu.” Jadi berasa ikut di dalamnya.


Dua kali tur dunia bang Pandji punya masalah-masalah yang buanyak kalau aku bilang. Tapi dengan mengenal bang Pandji dengan segala karyanya saat ini, berasa ikut ngebatin, “Bang Pandji dan tim pasti bisa mengatasi!” lengkap masalahnya kalian bisa baca sendiri. Masa spoiler banyak hahahaha. Tapi masalah yang terulang adalah perkara sponsor utama yang memutus kontraknya di tengah-tengah tur. Karena tur berlangsung lama, bisa satu tahun, momen putus kontrak itu putus begitu saja. Sub bab “Yah, Gimana Dong?” itu bikin yang membaca saja rasanya campur aduk. Ikut sedih ketika perusahaan besar memutus kontrak di tengah jalan sedangkan mereka tidak ada sponsor besar yang bisa menggantikannya, sampai berhutang sebagai solusi mereka. Walau ada hitam di atas putih dengan begitu saja mereka mengatakan, “yah, gimana dong?” bahkan mempersilakan jika akan dibawa ke ranah hukum. Padahal resiko membawa kasus tersebut ke ranah hukum malah menghabiskan waktu dan uang. Sehingga mereka mau tidak mau menerima keputusan tersebut. Salut, karena di saat kontrak diputus, mereka masih melakukan beberapa kewajiban seperti sebelum-sebelumnya, nggak ngambek gitu aja, tetap menjalani komitmennya.  Bahkan logo sponsor masih tertera pada saat tur ke negara yang pada saat itu sponsor tersebut sudah memutus kontrak. Keren!
Idealis. Tidak mau bekerja sama dengan produk tertentu. Bukan demi mendapat sponsor besar, semua diambil begitu saja. Tekad. Tur dunia yang tadinya hanya omong-omong sederhana soal terminal di bandara. Ah! Buku ini berhasil bikin aku sebagai penikmat karya bang Pandji merasa dekat dan memahami bang Pandji dari sudut yang berbeda. Biasanya tinggal tertawa saat bang Pandji bikin special show.
MBWT ke JBWT terdapat peningkatan jumlah benua (negara/kota), katanya lelah maka Pragiwaksono World Tour jumlah negara berkurang. Soal itu aku tahu dari saat bang Pandji rajin promo di youtube dan TV. Rasanya jadi kepo, ada cerita apa gitu di balik PWT. Aku nonton Pragiwaksono Jogja, sudah nonton yang di Jakarta via digital download. Makin penasaran.  
Buku ini aku dapatkan di Toga Mas Jogja dengan harga IDR 59000 (setelah diskon), rak motivasi. Buku terbitan Bentang Pustaka. Kalian masih bisa beli buku ini di https://comika.id/?category=&s=buku&search_posttype=product platform digital bang Pandji. Atau di beberapa e-commerce.

Enjoy!

Firlie NH
23 Mei 2019 


Komentar

Banyak dibaca