HAL MENYENANGKAN DI TAHUN 2019
Hal-hal menyenangkan apa yang terjadi di 2019 kalian?
Hampir lengkap 365 hari 2019 ini karena ini sudah tanggal 31 Desember 2019 pukul 17.00. Banyak hal menyenangkan terjadi bahkan sesuatu yang tidak diminta tapi Tuhan kasih.
Ujian tesis April, yudisium Juni, wisuda Agustus merupakan satu paket hal menyenangkan yang terjadi di tahun ini. Aku merasa nggak mampu untuk menyelesaikan jenjang S2 ini, ternyata bisa! Semua perjalanan aku tulis di blog. Ini link-nya:
https://firlienh.blogspot.com/2019/02/orang-tuaku-senang-aku-tak.html
https://firlienh.blogspot.com/2019/04/jalan-kemudahan-alloh-terbuka-lebar.html
https://firlienh.blogspot.com/2019/07/terjal-menghadang-perjalananku.html
Aku punya @katalog.ilie aku menjual makanan yang aku buat dengan tanganku sendiri ke orang lain. Hal ini menyenangkan yang tidak aku bayangkan sebelumnya. Aku ingat tahun 2014 aku masih jadi anak cewek 20 tahun yang malas sentuh dapur dan merasa masak itu tidak penting. Ibuku jarang masak, kalau masak juga tidak enak, kecuali tongseng dan asem-asem Bloranya sih. Ibuku selalu masak dengan bumbu instan yang membuat aku kehilangan cita rasa tempe yang sesungguhnya karena tempe goreng buatan ibuk rasa ayam! Lupa trigger-nya apa, seingatku hanya pengen coba karena teman dekatku keduanya suka masak. Tidak sengaja sering latihan masak dan coba bikin makanan dan jajanan. Pertama kali bikin risol, kulitnya tebal, ukurannya tidak masuk akal, rasa ya lumayan bisa dimakan. Aku rispek sekali dengan pembuat risol, bikin kulitnya skilful. Di antara semua makanan yang aku buat, saat bulan puasa tahun ini aku coba memperbaiki risolku sampai berulang-ulang. Juga membuat risol manis yang resepnya justru aku adaptasi dari dadar gulung isi pisang itu. Usai libur lebaran, aku beranikan untuk jual risol dengan membuat akun khusus risol dengan nama "risol dot ilie". Adik cowok aku yang jadi bintang iklannya untuk aku jepret. Bulan Agustus, ide untuk membuat cookies coklat, yang belum pernah aku bikin sama sekali sebelumnya, datang dari mas Rarya yang pada waktu itu baru saja membuka kedai minum coklat di Loop Station Yk. Aku coba dan merasa itu belum enak, mas Rarya bilang enak dan aku buat sekitar delapan buah habis dalam semalam. Akhirnya aku buat cookies dengan lebih baik melalui riset bahan dan teknis memanggangnya, aku berjualan cookies hingga sekarang. Dari jualan makanan ini, memang sih aku belum bisa dibilang sukses, tapi banyak banget hal tentang dapur yang aku tahu setelah riset kecil-kecilan yang selalu aku lakukan sambil jalan ini. Rasanya pengen aku bagi tips-tips yang aku dapat selama membuat risol dan cookies. hehehehe.
September 2019, aku mendapat tawaran menjadi tutor cello di sebuah orkestra kampus. Jujur, waktu itu aku belum punya pekerjaan tetap, sampai sekarang juga belum sih. Waktu itu lagi galau mau daftar ke mana setelah lulus S2 tapi di sisi lain aku masih santuy hidup tanpa ambisi dan lebih ingin mengembangkan usaha kecil-kecilan yang aku bahas sebelumnya. Walau usaha juga agak-agak macet di tengah jalan karena aku fokus ke resital di September ke Desember. Tawaran jadi tutor itu cukup mengobati aku yang kehilangan murid-murid privat celloku yang membuat aku merasa nggak pantas jadi guru. Down. Merasa bersalah karena gagal memotivasi mereka. Aku iyakan tawaran tersebut. Faktor lain menjadi tutor cello di orkestra menjadi bagian dari hal menyenangkan di tahun ini adalah kampus tersebut adalah kampus Muhammadiyah. Aku memang bukan Muhammadiyah banget alias aku tidak aktif di organisasi pemuda pemudi Muhammadiyah (ada banyak tuh macamnya), aku punya kartu anggota sih, karena aku lahir di keluarga yang Muhammadiyah banget. Menjadi tutor di sana membawa kebanggaan sendiri bagi orang tuaku karena anaknya juga menjadi bagian dari Muhammadiyah walaupun ya di bidang musik bukan aktif di keorganisasiannya. Kurang lebih begitu. Berat, karena semakin ke sini tuntunannya semakin sulit. Tapi aku bertahan karena ya memang semua pekerjaan pasti ada tekanannya masing-masing dan aku ingin mengamdi untuk Muhammadiyah agar orang tuaku senang (mungkin bangga juga, mungkin). Cerita lengkapnya ada di tulisanku dengan judul belakangnya Diary Mengajar. https://firlienh.blogspot.com/2019/11/setelah-2-bulan-mengajar-cello-di.html
Resital tiga kota: Jakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Semua resital ini rencananya mau aku tulis perjalanannya di blog ini. Ternyata itu nggak terjadi.
Resital di Jakarta dan Yogyakarta, resital yang bertajuk "JKT-YK 561 km Violin and Cello Recital" merupakan resital yang digagas di tahun yang sama. Bulan Juni tepatnya, reply twitter dan DM, lanjut whatsapp, ngobrol sama teman sekaligus mas karena dia kakak kelasku waktu di SMK. Kami kenal sudah 11 tahun lebih, kebetulan punya kesamaan soal tampil sebagai pemain musik klasik, resital sekaligus tur dua kota itu berjalan. Resital ini berkesan karena proses yang terbilang santuy. Mas Rolanda namanya. Dulu jaman sekolah aku memanggilnya mas Nanda. Lupa momen apa, jadi berubah aja aku panggil dia dengan nama sebenar-benarnya nama dia, Rolanda. Kami dibantu teman-teman baik di Jakarta maupun Yogyakarta. Ada mas Gilang, Nada, Rai, mas Yudis, Puteri, Mas Eki, dan masih banyak lagi. Lumayan dapat donatur dari mas aku sendiri dan sponsor tempat yaitu IKJ dan Loop Station Yogyakarta. Hal yang berkesan lagi dari resital ini adalah banyaknya hal yang niatnya pengen low budget jadinya memaksa aku melakukan yang sebelumnya tidak biasa ku lakukan sendiri. Banyak banget hal dipersiapkan yang dibantu teman-teman mau tanpa dibayar. Foto untuk resital ini dijepret tanpa ada tramsaksi pembayaran oleh mas Giltri teman mas Rolanda di Jakarta. Posternya dibuat langsung oleh mas Rolanda. Resital ini bikin aku bisa bikin booklet sederhana di ponsel yang aku bikin kode QR. Aku jadi riset bagaimana membuat kode QR. Record audio, pinjam lampu di persewaan kamera, itu pertama kalinya. Resital JKT-YK mengubah aku untuk sebaiknya bisa lebih enjoy dalam mempersiapkan semuanya. Resital-resitalku sebelumnya selalu lebih ribet, tegang gitu. November 2019 tepatnya, semua berjalan. Alhamdulillah.
Resital di Madiun merupakan resitalku dengan temanku yang tinggal di sana yang sebetulnya sudah direncanakan sejak tahun 2018. Tapi karena banyak kendala dan pertimbangan, tanggal pilihan terakhir adalah 14 Desember 2019. Resital ini juga punya kesan sendiri buat aku. Aku patah hati dengan orang yang sudah aku suka sejak satu setengah tahun lalu, situasinya adalah dua minggu sebelum resital ini berlangsung. Kondisi hati yang sangat kacau membuatku mengambil keputusan untuk mengganti karya yang aku bawakan di resital nanti adalah karya yang mengungkapkan kesakitan hatiku yang mendalam ini. Ini adalah pertama kalinya aku mengganti karya di saat waktunya sudah dekat. Sedangkan karya itu sudah aku persiapkan atau aku pilih selama setahun terakhir. Semua berubah begitu saja. Rasanya sakit sekali. Sakitnya lebih dari apapun. Andai aku bisa batalkan resital itu, mungkin sudah aku batalkan. Tapi aku tidak mau membuat semua orang repot hanya karena aku patah hati. HAHAHA. Malam resital itu aku persembahkan penampilanku untuk diriku sendiri. Penampilan itu cukup membuat aku merasa bahwa aku kuat lebih dari apapun. Semua berjalan lancar. Aku bisa haha hihi di depan semua orang walau malamnya aku menangis di dalam kamar mandi sebelum paginya aku harus kembali ke Jogja.
Jurnalku akan publish Februari 2020. Penghujung tahun sekitar 10 Desember 2019 aku mendapat chat whatsapp dari editor jurnal tempat aku mengirim jurnal. Cerita sebelumnya soal jurnal aku pernah tulis di sini. https://firlienh.blogspot.com/2019/04/jalan-kemudahan-alloh-terbuka-lebar.html
Intinya aku submit jurnal untuk syarat kelulusan. Aku tidak punya cukup ambisi besar untuk tulisan ilmiahku segera dimuat di jurnal. Saat aku lulus, jurnalku berstatus "in review". "In review" adalah status minimal agar aku bisa yudisium dan wisuda alias tidak perlu membayar SPP lagi dan keluar dari kampus. Walaupun, ijazahku ditahan sampai sekarang. Bagiku tidak masalah. Karena tidak punya ambisi tertentu dengan ijazah S2, ya santuy aja. Bisa lulus dan keluar sudah sangat bersyukur, aku tidak menyangka bisa keluar dengan dinyatakan lulus S2. hehehe. Tapi, tulisan ilmiah saya bisa publish dan bisa dibaca semua orang adalah hal yang sangat aku ingin. Bagiku jurnal publish adalah bagian dari implementasi tesisku yaitu hasilnya bisa menjadi pengetahuan banyak orang yang membaca jurnalku. Mengerjakan penelitian yang sangat bermakna bagi aku, jurnal ini sungguh berharga jika bisa bermanfaat bagi orang banyak. Waktu berlalu cukup lama, aku agak lupa dengan kabar jurnalku. Kadang bapak bertanya, jurnalnya sampai apa. Sering kali aku menjawab belum cek status, nanti akan aku cek lagi. Begitu terus. Sampai akhirnya mendapat pesan dari editor, aku senang sekali. Kalimat terakhir dari percakapan pertama beliau adalah meminta nomor rekening untuk mengirim ucapan terima kasih. Waktu itu rasanya tidak percaya, tulisanku mau diganti uang. Karena, jurnal lain pada umumnya penulis yang membayar kepada jurnal sebagai biaya administrasi atas diterbitkannya jurnal kita. Ada juga yang bersifat gratis memang. Tapi ini tulisanku mau dibayar. Sungguh kaget. Bahkan aku pernah membantu kawanku mengurus ijazah temanku sehingga aku tahu kwitansi pembayaran yang mencapai jutaan rupiah untuk administrasi jurnal diterbitkan. Sampai sekarang memang belum ada transferan. Hehehe. Sekitar minggu lalu, editor mengirim tulisan yang sudah mereka revisi dan meminta saya untuk merevisinya kembali. Mataku melotot melihat tulisan di salah satu pojok halaman "Februari 2020". Aku senang dan bangga.
Gimana, hal menyenangkan apa yang kalian lalui di 2019 ini? share dong :)
Firlie NH
31 Desember 2019
Hampir lengkap 365 hari 2019 ini karena ini sudah tanggal 31 Desember 2019 pukul 17.00. Banyak hal menyenangkan terjadi bahkan sesuatu yang tidak diminta tapi Tuhan kasih.
Ujian tesis April, yudisium Juni, wisuda Agustus merupakan satu paket hal menyenangkan yang terjadi di tahun ini. Aku merasa nggak mampu untuk menyelesaikan jenjang S2 ini, ternyata bisa! Semua perjalanan aku tulis di blog. Ini link-nya:
https://firlienh.blogspot.com/2019/02/orang-tuaku-senang-aku-tak.html
https://firlienh.blogspot.com/2019/04/jalan-kemudahan-alloh-terbuka-lebar.html
https://firlienh.blogspot.com/2019/07/terjal-menghadang-perjalananku.html
Aku punya @katalog.ilie aku menjual makanan yang aku buat dengan tanganku sendiri ke orang lain. Hal ini menyenangkan yang tidak aku bayangkan sebelumnya. Aku ingat tahun 2014 aku masih jadi anak cewek 20 tahun yang malas sentuh dapur dan merasa masak itu tidak penting. Ibuku jarang masak, kalau masak juga tidak enak, kecuali tongseng dan asem-asem Bloranya sih. Ibuku selalu masak dengan bumbu instan yang membuat aku kehilangan cita rasa tempe yang sesungguhnya karena tempe goreng buatan ibuk rasa ayam! Lupa trigger-nya apa, seingatku hanya pengen coba karena teman dekatku keduanya suka masak. Tidak sengaja sering latihan masak dan coba bikin makanan dan jajanan. Pertama kali bikin risol, kulitnya tebal, ukurannya tidak masuk akal, rasa ya lumayan bisa dimakan. Aku rispek sekali dengan pembuat risol, bikin kulitnya skilful. Di antara semua makanan yang aku buat, saat bulan puasa tahun ini aku coba memperbaiki risolku sampai berulang-ulang. Juga membuat risol manis yang resepnya justru aku adaptasi dari dadar gulung isi pisang itu. Usai libur lebaran, aku beranikan untuk jual risol dengan membuat akun khusus risol dengan nama "risol dot ilie". Adik cowok aku yang jadi bintang iklannya untuk aku jepret. Bulan Agustus, ide untuk membuat cookies coklat, yang belum pernah aku bikin sama sekali sebelumnya, datang dari mas Rarya yang pada waktu itu baru saja membuka kedai minum coklat di Loop Station Yk. Aku coba dan merasa itu belum enak, mas Rarya bilang enak dan aku buat sekitar delapan buah habis dalam semalam. Akhirnya aku buat cookies dengan lebih baik melalui riset bahan dan teknis memanggangnya, aku berjualan cookies hingga sekarang. Dari jualan makanan ini, memang sih aku belum bisa dibilang sukses, tapi banyak banget hal tentang dapur yang aku tahu setelah riset kecil-kecilan yang selalu aku lakukan sambil jalan ini. Rasanya pengen aku bagi tips-tips yang aku dapat selama membuat risol dan cookies. hehehehe.
September 2019, aku mendapat tawaran menjadi tutor cello di sebuah orkestra kampus. Jujur, waktu itu aku belum punya pekerjaan tetap, sampai sekarang juga belum sih. Waktu itu lagi galau mau daftar ke mana setelah lulus S2 tapi di sisi lain aku masih santuy hidup tanpa ambisi dan lebih ingin mengembangkan usaha kecil-kecilan yang aku bahas sebelumnya. Walau usaha juga agak-agak macet di tengah jalan karena aku fokus ke resital di September ke Desember. Tawaran jadi tutor itu cukup mengobati aku yang kehilangan murid-murid privat celloku yang membuat aku merasa nggak pantas jadi guru. Down. Merasa bersalah karena gagal memotivasi mereka. Aku iyakan tawaran tersebut. Faktor lain menjadi tutor cello di orkestra menjadi bagian dari hal menyenangkan di tahun ini adalah kampus tersebut adalah kampus Muhammadiyah. Aku memang bukan Muhammadiyah banget alias aku tidak aktif di organisasi pemuda pemudi Muhammadiyah (ada banyak tuh macamnya), aku punya kartu anggota sih, karena aku lahir di keluarga yang Muhammadiyah banget. Menjadi tutor di sana membawa kebanggaan sendiri bagi orang tuaku karena anaknya juga menjadi bagian dari Muhammadiyah walaupun ya di bidang musik bukan aktif di keorganisasiannya. Kurang lebih begitu. Berat, karena semakin ke sini tuntunannya semakin sulit. Tapi aku bertahan karena ya memang semua pekerjaan pasti ada tekanannya masing-masing dan aku ingin mengamdi untuk Muhammadiyah agar orang tuaku senang (mungkin bangga juga, mungkin). Cerita lengkapnya ada di tulisanku dengan judul belakangnya Diary Mengajar. https://firlienh.blogspot.com/2019/11/setelah-2-bulan-mengajar-cello-di.html
Resital tiga kota: Jakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Semua resital ini rencananya mau aku tulis perjalanannya di blog ini. Ternyata itu nggak terjadi.
Resital di Jakarta dan Yogyakarta, resital yang bertajuk "JKT-YK 561 km Violin and Cello Recital" merupakan resital yang digagas di tahun yang sama. Bulan Juni tepatnya, reply twitter dan DM, lanjut whatsapp, ngobrol sama teman sekaligus mas karena dia kakak kelasku waktu di SMK. Kami kenal sudah 11 tahun lebih, kebetulan punya kesamaan soal tampil sebagai pemain musik klasik, resital sekaligus tur dua kota itu berjalan. Resital ini berkesan karena proses yang terbilang santuy. Mas Rolanda namanya. Dulu jaman sekolah aku memanggilnya mas Nanda. Lupa momen apa, jadi berubah aja aku panggil dia dengan nama sebenar-benarnya nama dia, Rolanda. Kami dibantu teman-teman baik di Jakarta maupun Yogyakarta. Ada mas Gilang, Nada, Rai, mas Yudis, Puteri, Mas Eki, dan masih banyak lagi. Lumayan dapat donatur dari mas aku sendiri dan sponsor tempat yaitu IKJ dan Loop Station Yogyakarta. Hal yang berkesan lagi dari resital ini adalah banyaknya hal yang niatnya pengen low budget jadinya memaksa aku melakukan yang sebelumnya tidak biasa ku lakukan sendiri. Banyak banget hal dipersiapkan yang dibantu teman-teman mau tanpa dibayar. Foto untuk resital ini dijepret tanpa ada tramsaksi pembayaran oleh mas Giltri teman mas Rolanda di Jakarta. Posternya dibuat langsung oleh mas Rolanda. Resital ini bikin aku bisa bikin booklet sederhana di ponsel yang aku bikin kode QR. Aku jadi riset bagaimana membuat kode QR. Record audio, pinjam lampu di persewaan kamera, itu pertama kalinya. Resital JKT-YK mengubah aku untuk sebaiknya bisa lebih enjoy dalam mempersiapkan semuanya. Resital-resitalku sebelumnya selalu lebih ribet, tegang gitu. November 2019 tepatnya, semua berjalan. Alhamdulillah.
Resital di Madiun merupakan resitalku dengan temanku yang tinggal di sana yang sebetulnya sudah direncanakan sejak tahun 2018. Tapi karena banyak kendala dan pertimbangan, tanggal pilihan terakhir adalah 14 Desember 2019. Resital ini juga punya kesan sendiri buat aku. Aku patah hati dengan orang yang sudah aku suka sejak satu setengah tahun lalu, situasinya adalah dua minggu sebelum resital ini berlangsung. Kondisi hati yang sangat kacau membuatku mengambil keputusan untuk mengganti karya yang aku bawakan di resital nanti adalah karya yang mengungkapkan kesakitan hatiku yang mendalam ini. Ini adalah pertama kalinya aku mengganti karya di saat waktunya sudah dekat. Sedangkan karya itu sudah aku persiapkan atau aku pilih selama setahun terakhir. Semua berubah begitu saja. Rasanya sakit sekali. Sakitnya lebih dari apapun. Andai aku bisa batalkan resital itu, mungkin sudah aku batalkan. Tapi aku tidak mau membuat semua orang repot hanya karena aku patah hati. HAHAHA. Malam resital itu aku persembahkan penampilanku untuk diriku sendiri. Penampilan itu cukup membuat aku merasa bahwa aku kuat lebih dari apapun. Semua berjalan lancar. Aku bisa haha hihi di depan semua orang walau malamnya aku menangis di dalam kamar mandi sebelum paginya aku harus kembali ke Jogja.
Jurnalku akan publish Februari 2020. Penghujung tahun sekitar 10 Desember 2019 aku mendapat chat whatsapp dari editor jurnal tempat aku mengirim jurnal. Cerita sebelumnya soal jurnal aku pernah tulis di sini. https://firlienh.blogspot.com/2019/04/jalan-kemudahan-alloh-terbuka-lebar.html
Intinya aku submit jurnal untuk syarat kelulusan. Aku tidak punya cukup ambisi besar untuk tulisan ilmiahku segera dimuat di jurnal. Saat aku lulus, jurnalku berstatus "in review". "In review" adalah status minimal agar aku bisa yudisium dan wisuda alias tidak perlu membayar SPP lagi dan keluar dari kampus. Walaupun, ijazahku ditahan sampai sekarang. Bagiku tidak masalah. Karena tidak punya ambisi tertentu dengan ijazah S2, ya santuy aja. Bisa lulus dan keluar sudah sangat bersyukur, aku tidak menyangka bisa keluar dengan dinyatakan lulus S2. hehehe. Tapi, tulisan ilmiah saya bisa publish dan bisa dibaca semua orang adalah hal yang sangat aku ingin. Bagiku jurnal publish adalah bagian dari implementasi tesisku yaitu hasilnya bisa menjadi pengetahuan banyak orang yang membaca jurnalku. Mengerjakan penelitian yang sangat bermakna bagi aku, jurnal ini sungguh berharga jika bisa bermanfaat bagi orang banyak. Waktu berlalu cukup lama, aku agak lupa dengan kabar jurnalku. Kadang bapak bertanya, jurnalnya sampai apa. Sering kali aku menjawab belum cek status, nanti akan aku cek lagi. Begitu terus. Sampai akhirnya mendapat pesan dari editor, aku senang sekali. Kalimat terakhir dari percakapan pertama beliau adalah meminta nomor rekening untuk mengirim ucapan terima kasih. Waktu itu rasanya tidak percaya, tulisanku mau diganti uang. Karena, jurnal lain pada umumnya penulis yang membayar kepada jurnal sebagai biaya administrasi atas diterbitkannya jurnal kita. Ada juga yang bersifat gratis memang. Tapi ini tulisanku mau dibayar. Sungguh kaget. Bahkan aku pernah membantu kawanku mengurus ijazah temanku sehingga aku tahu kwitansi pembayaran yang mencapai jutaan rupiah untuk administrasi jurnal diterbitkan. Sampai sekarang memang belum ada transferan. Hehehe. Sekitar minggu lalu, editor mengirim tulisan yang sudah mereka revisi dan meminta saya untuk merevisinya kembali. Mataku melotot melihat tulisan di salah satu pojok halaman "Februari 2020". Aku senang dan bangga.
Gimana, hal menyenangkan apa yang kalian lalui di 2019 ini? share dong :)
Firlie NH
31 Desember 2019
Komentar
Posting Komentar